Tuesday, December 22, 2015

MODUL 7: KONSEP MANUSIA DAN ALAM*


Pokok-pokok Materi :
Manusia diciptakan Allah  SWT dari tanah tetapi secara arsitektur,  manusia menempati posisi puncak dibandingkan malaikat sekalipun. Tugas manusia sangat berat, yakni  sebagai khalifah fi al-ardh (penguasa bumi), sebuah tugas yang tidak dibebankan kepada kelompok jin. Tugas manusia sebagai khalifah adalah mengelola bumi sehingga bumi menjadi sumber kesejahteraan dan kebahagian lahir batin bagi segenap umat manusia. Itulah misi rahmatan lil ‘alamin yang diemban manusia.  Supaya sukses menjadi khalifah, Allah SWT telah melengkapi manusia dengan ruh di samping nyawa (hewan hanya memiliki nyawa), juga dilengkapi dengan fisik yang disiapkan di alam rahim,  bahkan dilengkapi dengan qalbu (willing, feeling thinking dan akal nurani).

A.   Manusia di Alam Ruh
Manusia diberi amanah sebagai khalifah fil ardh, namun justeru Allah tidak memaksa manusia untuk berbuat sebagaimana kehendak Allah. Allah hanya memberikan dua jalan (wahadainahu najdain), Sedangkan jalan mana yang mau ditempuhnya,  diserahkan sepenuhnya kepada manusia. Manusia memiliki hak  untuk memilih (free choise, free will, ree action), Akan tetapi tentu saja setiap pilihan mengandung resiko (QS. 52 : 21).
Apabila pilihannya salah, maka setelah mati, ia  akan disimpan  di Sijin (penjara) alam qubur. Seterusnya ia akan ditempatkan  di dalam Nar (neraka). Sebaliknya apabila pilihannya sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an, maka setelah mati, ruhnya akan disimpan di Iliyin (tempat tinggi) di alam Qubur. Perjalanan seterusnya pasti lancar bahagia, baik di alam mahsyar maupun ketika memasuki  Jannah (syurga). 
Sebagai khalifah fil ardhi, manusia mengalami hidup di lima alam yakni (1). Alam Ruh (2). Alam  Rahim,  (3). Alam Dunia, (4). Alam Qubur dan (5).  Alam Akhirat.
Di alam Ruh manusia masih berupa ruh (jamaknya arwah). Mengenai eksistensi ruh tak ada seorang pun yang tahu. Kalau manusia turun ke dunia dalam bentuk ruh (tidak berfisik) maka di dunia  tidak akan ada mobil sebab ruh tidak perlu mobil,  tidak ada pabrik karpet, pabrik pakaian, pabrik obat nyamuk, dll sebab ruh tidak memerlukan itu semua. Kalau demikian keadaannya, maka dunia pasti sepi. Suapaya  bumi ini ramai maka manusia harus dibekali dengan fisik sebagai pembungkus ruh.
Pada saatnya nanti,  sebelum ruh masuk ke dalam janin di alam Rahim,  Allah SWT bertanya ulang kepada ruh : "Alastu birabbikum ?" (Apakah Aku ini Tuhanmu). Ruh menjawab :"Bala syahidna" (Ya Engkau Tuhan kami). Dalam hal ini ruh berjanji kepada Allah sebagai Sang Pencipta, bahwa kalau ia kelak lahir ke dunia, ia akan mengabdi kepada Allah.
Amanah ini sebenarnya telah  ditawarkan oleh Allah kepada langit, bumi dan gunung-gunung tetapi mereka semua menolaknya. Kemudian amanah ini diambil oleh manusia (QS. Al-Ahzab 72).  Mengabdi kepada Allah adalah sebuah agreement yang harus dilaksanakan. Amanah, tugas, job yang diberikan oleh Allah kepada manusia semasa di alam Arwah adalah sebagai khalifah fi al-ardl (penguasa bumi yang bertugas mengelola dan memakmurkan bumi). 
Agar manusia sukses mengelola bumi, maka manusia mentaati hukum Alam dan hukum Agama sekaligus. Kedua hukum tersebut adalah absolut. Apabila manusia memilih hukum yang relatif maka ia akan gagal melaksanakan tiugas kekhalifahannya.
Supaya manusia menaati hukum Allah, manusia harus dibina. Pembinaan Allah kepada manusia melalui berbagai macam cara antara lain melalui rukun Islam. Hadits menyatakan Buniya Islam 'ala khamsin (Islam dibina dengan lima pilar), yakni  syahadat, shalat, shaum, zakat dan haji.
Syahadat mengarahkan manusia agar memiliki keyakinan kokoh bahwa Allah adalah Pencipta dan Pemelihara (Rabb), Allah sebagai raja (Malik) yang harus dtaati.  Juga Allah sebagai  Dzat yang hars disembah (Ilah). Sedangkan shalat membina manusia supaya selalu ingat kepada Allah dalam  melaksanakan tugas-tugas  kekhalifahan sehingga bekerja "lurus" dan menjauhi maksiat. Shaum melatih manusia agar mampu memenej emosi. Zakat membiasakan manusia bersikap dermawan serta memiliki kepedulian sosial. Haji bertujuan mewujudkan insan sabar, tawakkal, kerja keras, mampu bekerja sama secara global (mendunia) dengan saling menghargai.  
Dengan demikian di Alam Ruh itu, manusia telah melakukan teken kontrak untuk hanya mengabdi kepada Allah. Ini artinya hidup manusia telah dikontrak (dibeli)  oleh Allah dengan imbalan syurga. Kalau kelak manusia mengingkari perjanjian ini, maka sungguh ia telah berkhianat kepada Allah.



B.   Proses Peciptaan  Manusia
Di Alam Rahim,  Allah menyiapkan tubuh manusia yang akan dijadikan tempat Ruh. Fungsi tubuh adalah untuk membantu ruh dalam  merealisasikan tugas kekhalifahan.  Dengan demikian yang menjadi eksistensi manusia adalah ruh bukan tubuh. Tubuh berkulit hitam atau putih bukanlah hal pokok, cantik atau tidak tidaklah  penting. Tetapi sayangnya banyak manusia yang memberikan penilaian berlebihan kepada jasad daripada ruhani.
Penciptaan tubuh manusia dimulai  oleh persenggamaan suami isteri.  Suami mengeluarkan sperma (nuthfah). Sperma  adalah  kehidupan tingkat awal atau hidup sebagai sel. Sel sperma suami membuahi ovum isteri (konsepsi) maka  jadilah zigot yang kemudian bergantung pada uterus ('alaqah). Inilah kehidupan tingkat kedua atau hidup sebagai  jaringan. Zigot terus tumbuh, maka terbentuklah daging, tulang, tangan, kaki, dll (mudgah). Inilah kehidupan tingkat ketiga atau hidup sebagai organ.
Pada usia 4 bulan masuklah ruh ke dalam janin, sehingga janin bergerak-gerak. Sebelum usia 4 bulan, manusia mempunyai nyawa (hayat) tetapi pada usia 4 bulan ia dimasuki ruh. Inilah kehidupan tingkat keempat, yakni hidup sebagai individu manusia (khalqan akhar, bentuk final).
Degan demikian, manusia yang berasal  dari bahan yang hina (sperma) tersebut, oleh  Allah dijadikan sebagai makhluk yang secara fisikal memiliki bentuk (arsitektur) yang paling sempurna (fi ahsani taqwim). (At-Tin : 4).
Pada usia 4 bulan itu, selain bayi dimasuki Ruh, bayi pun diberi potensi (potential capasity), misalnya potensi main bola, berdagang, menyanyi, berpidato, bersosial, dll. Untuk mendorong perkembangan potensi ini kelak, manusia diberi Qalbu (heart, jantung hati), yang di dalamnya terdapat antara lain willing (kemauan, nafsu, syahwat),  feeling (perasaan : suka, benci, sedih, gembira, dll) dan thinking. Potensi lain adalah sama' bashar, dan afidah (pendengaran, penglihatan dan hati nurani). Manusia di Alam Rahim hanya 9 bulan 10 hari (rata-rata). Setelah itu manusia di dalam rahim ibu harus mutasi ke alam ke tiga yakni alam Dunia.

C.   Proses Perkembangan Manusia
Ketika manusia lahir (sebagai bayi), potensi yang dibawa sejak  dalam kandungan belum berkembang, bahkan pada periode ini anak manusia belum mengetahui apa-apa (An-Nahl 78).  Oleh karena itu manusia harus dididik agar potential capasity yang dimilikinya menjadi actual ability (kemampuan nyata).
Salah satu bentuk pendidikan adalah melakukan penelitian empirik. Allah SWT di dalam QS Al-Ghasyiah : 17-20 memerintahkan agar manusia melakukan penelitian tentang alam misalnya bagaimana unta diciptakan (biologi), bagaimana langit ditinggikan (astronomi), bagaimana gunung-gunung ditekakkan  (vulkanologi), dan bagaimana bumi dihamparkan (geologi). Di dalam QS.2 : 1674 dan QS. 3 : 190-191 Allah menegskan bahwa penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang (hukum rotasi) adalah objek penelitian bagi orang-orang yanag beriman sehingga mereka bisa menjadi  Ulul Albab yakni orang yang bisa menemukan inti (al-lub) masalah atau hakikat sesuatu.
Selain dilatih kecerdasan berfikirnya (IQ), juga harus dilatih kecerdasan spiritualnya  yakni melalui dzikir, baik ketika berdiri, duduk, atau berbaring. Manusia yang sering merenung tentang penciptaan Allah, insya Allah akan sampai  kepada kesadaran spiritualnya ditandai antara lain dengan menyatakan :"Rabbana ma khalaqta hadza bathilaa " (Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia…").
Selama itu Allah SWT belum meminta manusia untuk melaksanakan tugas kekhalifahan sebagaimana tercantum dalam "naskah perjanjjian" yang "ditandatangani" di alam Ruh,  tetapi manusia diberi jeda waktu selama 15 tahun sehingga mencapai usia cukup atau baligh. Setelah mencapai baligh barulah manusia diberi taklief (beban, kewajiban) untuk melaksanakan tugas kekhalifahan  sebagaimana tercantum dalam "Kontrak Kerja ".
Pada usia 1-14 tahun, anak manusia dilatih untuk berbuat yang baik tetapi belum diwajibkan. Pada usia ini, anak manusia hanya dipersiapkan fisik dan ruhaninya agar kelak siap menjadi khalifah fi al-ardl.  Persiapan fisik dilakukan antara lain dengan  memberi anak  makanan yang halal dan bergizi (halalan thayyiba). sedangkan persiapan untuk mendewasakan  sikap  mental anak dilakukan antara lain dengan acara aqiqah, khitan, pembiasaan, shalat, bersikap jujur, dll. 
Setelah baligh (usia 15 tahun, atau telah hadil bagi perempuan, atau sudah mimpi basah bagi pria), maka manusia wajib melaksanakn tugas kekhalifahan. Lebih rinci lagi melaksanakan job di seputar hablum minallah, hablum minannas dan hablum minal 'alam. Inilah yang disebut ibadah. Definisi ibadah ialah segala aktivitas manusia yang diridhai oleh Allah SWT, baik aktivitas lahir maupun aktivitas batin  (al-ibadah hiya, kullu ma yardhalullahu minal aqwali wa al-af'ali, ad dhahirah wa al-bathinah).
Pendek kata tugas manusia di alam Dunia adalah ibadah. Allah berfirman : "Dan tidak semata-mata Allah menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Nya". (QS. 51 : 56). Jadi, apapun yang dikerjakan manusia, seluruhnya harus dalam kerangka beribadah kepada Allah.
Tugas ibadah yang dibebankan kepada manusia meliputi tiga pilar, yakni (1). Hablum minallah seperti shalat, shaum, zakat, haji, berdoa, berdzikir, bersikap tawakkal, tadharru' (merendah hati kepada Allah) dan lain-lain. (2). Hablum minannas seperti toleransi (tasammuh), kerjasama, ta'awun (tolong menolong). (3). Hablum minal 'alam yakni  bersikap ihsan terhadap seluruh sumber daya alam, baik sumber daya alam hewani, nabati maupun energi, termasuk menaati hukum Alam (hukum Kauniyah). Targetnya adalah terkelolanya bumi secara baik untuk bekal manusia dalam kerangka ibadah kepada Allah. Dalam hal ini jin tidak diberi SPK (Surat Perintah Kerja) untuk menjadi khalifah fi al-ardl. Inilah salah satu kelebihan manusia dibandingkan jin.
Masa kerja manusia dibatasi oleh usia. Usia manusia di dunia rata-rata 70 tahun. Itu kalau menggunakan perhitungan tahun Masehi. Kalau menggunakan tahun hijriyah kira-kira 74 tahun. Lain lagi kalau menggunakan perhitungan tahun Neptunus atau Pluto.   Apalagi tahun dalam perhitungan Allah. Di dalam Alqur'an dijelaskan :" Inna yauman 'inda rabbika  kaalfi sanatin mimma ta'uddun" (Sesungguhnya satu hari di sisi Tuhanmu sama seperti seribu tahun hitunganmu). Bahkan pada surat Al-Ma'arij ayat 4 ditegaskan " Miqdaruhu khamsina alfa sannah" (satu hari sama dengan 50.000 tahun). Dengan demikian kalau manusia hidup di dunia selama 70 tahun, itu sama saja dengan 1, 9 menit, pendek sekali. Waktu yang sangat singkat ini harus benar-benar dimanfaatkan untuk ibadah.
Allah menyatakan : "Carilah olehmu karunia Allah berupa kampung Akhirat. Dan Janganlah lupa bagianmu di dunia". (QS….). Untuk akhirat menggunakan fiil amar (kata perintah) "Carilah !" . Sedangkan untuk dunia menggunakan fiil nahyi (larangan) "Jangan lupa !". Kalau demikian sebenarnya dunia itu adalah media untuk mencapai akhirat. Memisahkan aktivitas dunia dengan Akhirat  adalah sikap sekuler. Jadi kegiatan apapun, baik yang menyangkut sosial politik, sosial budaya, sosial ekonomi, seluruhnya harus dengan niat ibadah kepada Allah. 
Perlu menjadi cacatan penting bahwa, manusia di dunia tidak bisa hidup tanpa materi (harta), tetapi kenikmatan tidak selalu sejajar dengan harta. Kenikmatan sangat tergantung kepada sikap penerimaan hati (qana'ah, syukur nikmat ). Kalau kenikmatan tergantung kepada harta, maka Allah tidak adil.
Pada usia tertentu manusia harus mati.  Ruh manusia berpisah dari tubuhnya. Tubuh yang berasal dari tanah harus kembali kepada tanah. Sedangkan ruh yang berasal dari Allah kembali kepada Allah. Inna lillahi wa inna ilaihoi rajiun. Anehnya tubuh yang akan kembali kepada tanah terus menerus di make up, sedangkan ruh yang akan kembali kepada Allah tidak di make up dengan serius. Padahal Allaha menegaskan :"Pada hari Akhirat nanti, semua manusia tidak dapat diterima oleh Allah kecuali orang yang datang dengan qalbun salim (selamat, bersih, suci sebagaimana dulu di alam arwah).".
Manusia yang mati, tubuhnya masuk ke kuburan, sedangkan ruhnya masuk ke alam qubur. Setiap orang mati pasti masuk ke alam Qubur tetapi tidak semua orang yang mati masuk kuburan.

D.   Purna Tugas Manusia
Kualitas ruh orang mati terbagi tiga, yakni (1). Nafsu Amarah yakni hidupnya didominasi oleh amal buruk (2). Nafsu Lawwamah yakni manakala amal baik dan buruk relatif seimbang. (30) Nafsu Muthmainnah yakni manakala hidupnya didominasi oleh amal saleh. Bagaimana pun kualitas ruh tersebut, semua ruh orang mati memasuki Alam Qubur. Inilah alam keempat bagi manusia. Ruh yang saleh ditempatkan di Iliyin (tempat tinggi) sedangkan ruh yang inkar ditempatkan di Sijin (penjara).  Di Iliyin, ruh mendapatkan kenikmatan ruhaniyah, sedangkan di Sijin ruh mendapatkan siksaan ruhaniyah/ bathiniyah. Ruh tidak bisa kemana-mana. Tidak mungkin ruh bisa gentayangan. Ruh itu maju terus dari alam ke alam mustahil mundur.
Di alam Qubur, malaikat Munkar dan Nakir memeriksa amal manusia dengan sangat cepat sebab Allah itu Maha Cepat Menghitung (innallaha sari'ul hisab). Dalam hal ini kematian telah mengakhiri aktivitas amal manusia.
Hadits menyatakan : "Apabila anak Adam meninggal dunia, maka putuslah segala amalnya kecuali tiga, yakni (1). Sidkah Jariyah. Pahala sidkah akan terus menambah amal orang mati. (2). Anak shaleh yang mendoakan orangtuanya. Sedangkan doa anak yang inkar sama sekali tidak bisa berpengaruh. (3). Ilmu yang dimanfaatkan / diajarkan, seperti mengajar Al-Qur'an, matematika, mengepel, memasak, dll, pokok semua ilmu yang bermanfaat.
Ruh yang berada di Sijin dapat saja mutasi ke Iliyin apabila mendapat pasokan pahala yang memadai dari ketiga amal di atas. Manusia di alam Qubur sangat lama menunggu Kiamat. Jadi alam Qubur adalah alam pemisah (barzah) antara alam dunia dengan alam Akhirat.

E.   Pertanggungjawaban Manusia
Alam Akhirat diawali oleh peristiwa Kiamat, yakni hancurnya alam jagad raya secara dahsyat. Malaikat, jin dan manusia mati. Seluruh makhuk musnah luluh lantak. Ketika itu hanya Allahlah yang Maha Hidup (alhayyu al-qayyum).
Allah lantas mengganti bumi dan langit yang telah hancur dengan bumi dan langit yang baru (QS.     ). Penciptaan bumi dan langit yang baru ini sangat mungkin sama dengan periode awal penciptaan alam. Kalau demikian, pasti suhu bumi panas  luar biasa. Semua manusia benar-benar dijemur dalam teriknya matahari dengan jarak yang sangat dekat (karena matahari belum banyak berekspansi). Tetapi ada tujuh golongan orang-orang yang mendapatkan tempat teduh.
Pada waktu itu, manusia dibariskan di alam terbuka, itulah hari Mahsyar. Di alam Mahsyar ini seluruh manusia berusia sama yaknii jejaka (abkara). Di sini sekecil apapaun amal baik dan perbuatan dosa akan dibuka transparan, tak ada yang luput sedikitpun.
Selanjutnya adalah penimbangan amal (mizan). Amal yang baik bisa menghapus amal yang buruk. Apabila neraca amalnya ternyata saldo zero, manusia sudah cukup aman. Kedudukannya seperti anak kecil atau orang gila yang dinilai tidak memiliki amal shaleh tetapi juga tidak mempunyai dosa, hanya saja  balasan syurganya minimal.
Berdasarkan hasil mizan di atas, manusia dikelompokkan menjadi dua, yakni barisan kanan (ashab al-yamin) yang nampak berwajah cerah ceria, dan barisan kiri (ashab asy-Syimal) yang nampak bermuram durja, tunduk malu, terhina.
Untuk menyelamatkan diri, manusia berusaha susah payah meminta bantuan agar ia bisa masuk kepada ashab al-yamin. Maka datanglah nabi Muhammad SAW memberikan bantuan. Inilah yang disebut syafa't al-kubra (bantuan besar) kepada orang-orang yang layak dibantu.
Setelah perhitungan final, maka ashab al-yamin memasuki syurga, baik syurga Firdaus, Adnin, Naim, dll  tergantung kepada jumlah amal shaleh yang dimilikinya. Sedangkan ashab asy-Syimal memasuki neraka, baik neraka wail, saqar, jahim, Jahannam, dll tergantung kepada jumlah dosa yang dilakukaannya. Dalam hal ini orang yang yang mengaku muslim tetapi tidak shalat dimasukkan ke dalam neraka Saqar,  sedangkan orang muslim yang shalatnya tidak memiliki efek positif terhadap prilakunya dimasukkan ke dalam neraka Wail.
Lamanya orang di neraka tergantung seberapa banyak dosa yang dilakukannya. Walaupun demikian, sebagaimana hitungan hari dan tahun menurut Allah, sangat mungkun kalau orang memasuki neraka   selama satu hari itu bisa sama dengan 1000 tahun hitungan dunia bahkan bisa sampai 50.000 tahun. Na'udzu billahi min dzalik.
Berdasarkan uraian di atas, sebenarnya manusia di dunia baru alam yang ke tiga,  masih ada dua alam lagi yang harus dilalui yakni alam Qubur dan alam Akhirat. Di alam Qubur, manusia menunggu Kiamat ribuan tahun, sedangkan di alam Akhirat manusia bahagia atau sengsara selama milyaran tahun. Oleh karena itu hidup alam Dunia yang hanya 70 tahun harus benar-benar dimanfaatkan. Percuma lulus S3, kaya, dan terkenal kalau di akhirat masuk neraka. Yang baik adalah manusia bisa mencapai syurga melalui kebahagiaan shaleh di dunia. Itu bisa terealisasi, apabila manusia menaati hukum Alam (hukum Kauniyah) dan hukum Qur'aniyah secara bersamaan.

*Modul ditulis dan dikutip langsung dari berbagai sumber 







DAFTAR PUSTAKA

_________  Perbandingan Madzhab. Bandung, Sinar Baru. 1990
__________, Tarikh al-Madzahib al-Islamiyyah. Beirut, Dar El-Fikr. t.t.
A. Mukti Ali, “Metodologi Ilmu Agama Islam,” dalam Metodologi Penelitian Agama; Sebuah Pengantar, ed. Taufik Abdullah & M. Rusli Karim, Cet. I, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1989
A. Qadir Hasan, Ushul Fiqih. Bangil, Yayasan al-Muslimun, 1992.
A. Qodri A. Azizy, “Penelitian Agama di Dunia Barat,” Walisongo, Edisi 13, Tahun 1999
Abbas Mahmud Aqqad, Allah, Terj: M. Adib Bisri dan A.Rasyad, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991
Abdullah Darraz, al-Naba’ al-`Adhim, Mesir: Dar al-`Urubah, 1960
Abdurrahman Mas’ud, “Kajian dan Penelitian Agama di Dunia Timur,” Walisongo, Edisi 13, 1999
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, Yogyakarta: LkiS, 2001
Abu A’la  al-Maududi, Bagaimana Memahami al-Qur’an, Surabaya: al-Ikhlas, 1981
Abu Zahrah, Muhammad. Ushul Fiqh. Beirut, Dar El-Fikr. t.t.            
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet V, 2000
Al-Amidi, Ali bin Muhamad. Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam. Beirut, Dar al-Kutub al-Arabi, 1404 H.
Al-Andalusi, Ali bin Ahmad bin Hazm. Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam. Kairo, Dar al-Hadits, 1404 H
Al-Imam Muhyiddin Abâ Zakariya ibn Syarâf al-Nawáwy, Shahâh Muslim bi Syarh al-Nawáwy, jilid II, Juz 3, Asy-Syirkah ad-Dauliyah al-Çibá’ah, 2001
Allan W. Eister, “Introduction,”  dalam Changing Perspectives in the Scientific Study of Religion, ed. Allan W. Eister, New York: John Wiley & Sons, 1974
Al-Qaththan, Mana’ khalil. Mabahits fi ‘Ulumil Quran. Mansyurat Al-Ashr Al-Arabi. 1973
Amin Abdullah, Pemikiran Filsafat Islam: Pentingnya Filsafat Dalam Memecahkan Persoalan-persoalan keagamaan, Makalah, disajikan dalam acara Internship Dosen-Dosen Filsafat Ilmu Pengetahuan se Indonesia, 22-29 Agustus 1999
Amin Abdullah, Pemikiran Filsafat Islam: Pentingnya Filsafat Dalam Memecahkan Persoalan-persoalan keagamaan, Makalah, disajikan dalam acara Internship Dosen-Dosen Filsafat Ilmu Pengetahuan se Indonesia, 22-29 Agustus 1999
Amin Abdullah, Pemikiran Filsafat Islam: Pentingnya Filsafat Dalam Memecahkan Persoalan-persoalan keagamaan, Makalah, disajikan dalam acara Internship Dosen-Dosen Filsafat Ilmu Pengetahuan se Indonesia, 22-29 Agustus 1999
Anthony Reid, "Introduction," dalam Anthony Reid (ed.), The Making of an Islamic Political Discourse in Southeast Asia, Centre of Southeast Asian Studies: Monash University, 1993
Ash-Shabuni, Muhammad Ali. Shafawatu Tafasir, Beirut, Dar El-Fikr, t.t.
Asy-Syathibi, Ibrahim bin Musa. Al-Muwafaqat fi Ushul al-Ahkam. Beirut, Dar el-Fikr, t.t.
Atang Abd. Hakim & Jaih Mubarak, Metodologi Studi Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya, Cet. III, 2000
Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998
Ath-Thahan, Dr. Mahmud, Taisir Mushthalah Hadits, Surabaya, Syirkah Bengkulu Indah, t.t.
Azyumardi Azra, "Studi-studi Agama di Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri," dalam Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999
Azyumardi Azra, "The Making of Islamic Studies in Indonesia," makalah disampaikan dalam seminar internasional Islam in Indonesia: Intellectualization and Social Transformation, di Jakarta 23-24 November 2000
Azyumardi Azra, Jaringan Intelektual Ulama Nusantara, Bandung: Mizan, 1994
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam, dari Fundamentalisme, Modernisme, Hingga Post Modernisme, Jakarta : Penerbit Paramadina, 1996
Az-Zuhaili, Dr. Wuhbah. Ushul Fiqh Al-Islami. Beirut, Dar El-Fikr, 1986     
Charles Kurzman (Ed.), Wacana Islam Liberal, Pemikiran Islam Kontemporer tentang Isu-isu Global  Jakarta : Penerbit Paramadina, 2001
Cik Hasan Bisri, “Pemetaan Unsur Penelitian: Upaya Pengembangan Ilmu Agam Islam,” Mimbar Studi, No. 2, Tahun   XXII, 1999
Clifford Geertz, The Religion of Java, London: The Free Press of Glencoe, 1960.
Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama: Perspektif Ilmu Perbandingan Agama, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000
Din Syamsudin, Islam dan Politik Era Orde Baru, Ciputat, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001
Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam Depag RI, Pedoman Pelaksanaan Penelitian Perguruan Tinggi Agama Islam, Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam Depag RI, 1998
Djamaluddin Ancok dan Fuad Anshori Suroso, Psikologi Islami, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994
Elizabet K. Nottingham, Agama dan Masyarakat Suatu Pengantar Sosiologi Agama, Jakarta: CV. Rajawali, 1985
Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid I, Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1988
Faisal Ismail, “Studi Islam di Barat, Fenomena Menarik,”  dalam Pengalaman Belajar Islam di Kanada, ed. Yudian W. Asmin, Yogyakarta: Permika dan Titian Ilahi Press, 1997
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas; tentang Transformasi Intelektual, terj. Ahsin Mohammad, Bandung: Pustaka, 1985
Fazlur Rahman, Islam, Chicago: The University of Chicago Press, 1980
Hartono Ahmad Azis, Aliran dan Faham Sesat di Indonesia,  Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2002
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya,  Jilid I, Jakarta: UI Press, 1979
Ibnu Katsir, Abul Fida Ismail. Tafsir al-Quranul ‘Azhim. Beirut, Dar El-Ma’rifah, 1992
Isma'il R. Al-Faruqi, Lois Lamya Al-Faruqi, Atlas Budaya, Menjelajah Khazanah Perdaban Gemilang, judul asli : The Cultural Atlas of Islam, terjemahan Ilyas Hasan Bandung; Mizan, 2001
Itr, Nuruddin, Dr. Manhajun Naqd fi ‘Ulumil Hadits. Beirut, Dar El-Fikr, 1981          
John. L. Esposito, “Islamic Studies,”  The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, vol. 2, Oxford & New York: Oxford University Press, 1995
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993
Keputusan Menteri Agama No. 383 Tahun 1997; “Kata Pengantar,” Qualita Ahsana,  Vol 2, No. 2, Oktober 2000
Khalaf, Abdul Wahab.  ‘Ilmu Ushul Fiqh. Mesir, Maktabah Ad-Da’wah Al-Islamiyyah, 1968
KHE. Abdurrahman. Menempatkan Hukum Dalam Agama. Bandung, Sinar Baru. 1990.
Komaruddin Hidayat dan M. Wahyuni Nafis, Agama Masa Depan, Jakarta: Paramadina, 1995
Koran Pelita :”Seminar Tafsir Alqur’an di IKIP Jakarta,” Selasa, 29 Maret 1994/16 Syawwal 1414 H. Lihat pula M. Amin Djamaluddin, Penyimpangan dan Kesesatan Ma‘had al-Zaytun, hal. 34, LPPI, Jakarta, 2001
Kurkhi, A. Zakariya. Al-Hidayah. Garut, Pesantren Persis Garut, 1408 H    
M. Atho Mudzhar, "In the Making of Islamic Studies in Indonesia (In Search for a Qiblah)," makalah disampaikan dalam seminar internasional Islam in Indonesia: Intellectualization and Social Transformation, di Jakarta 23-24 November 2000
M. Quraisy Shihab, Membumikan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1992
Mark R. Woodward, Islam in Java, Normative Piety and Mysticism in the Sultanate of Yogyakarta, Tucson: The University of Arizona Press, 1989.
Masdar Hilmy, “Problem Metodologis dalam Kajian Islam; Membangun Paradigma Penelitian Kegamaan yang Komprehensif,” Paramedia, Vo. 1, No. 1, April 2000
Mastuhu & Deden Ridwan (ed.), Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, Bandung: Nuansa dan Pusjarlit, 1998
Merle C. Riclefs, “Six Centuries of Islamization in Java,” dalam Nehemia Levtzion (ed.), Conversion to Islam, New York: Holmes and Meir, 1979.
Mona Abaza, Indonesian Students in Cairo,(Paris: EHESS, 1994
Muhaimin, Problematika Agama dalam Kehidupan Manusia, Jakarta: Kalam Mulia, 1989
Muhammad Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits Ulumuh wa Mushthalahuh, Beirut: Dar al-Fikr, 1975
Muhammad Ibn Muhammad Abã Syahbah dalam bukunya :”Al-Madkhal li Dirásah Al-Qur’án al-Karâm” 1992 M/ 1412 H.,Mesir: Maktabah as-Sunnah, 1992 M/1412 H
Muhammad ibn Sulaiman al-Kafiji di dalam buku : “At-Taysir fâ Qawá‘id ‘ilmi at-Tafsâr”, Damsyiq : Dar-Al-Qalam,1990 M/1410 H. 
Muhammad Yususf Musa, al-Insan wa Hajah Insaniyah Ilahy, Terj: A. Malik Madany dan Hakim, Jakarta: Rajawali, 1988
Nasaruddin Razak, Dinul Islam, Bandung: al-Ma’arif, 1982
Neil Muider, Kepribadian jawa, Yogyakarta: Gajah Mada Press, 1980
Nico Kaptein, "The Transformation of the Academic Study of Religion: Examples from Netherlands and Indonesia," makalah disampaikan dalam seminar internasional Islam in Indonesia: Intellectualization and Social Transformation, di Jakarta 23-24 November 2000
Nico Syukur Dister Ofm, Pengalaman dan Motivasi Beragama, Yogyakarta: Kanisius, 1992
Robert N Bellah, “Preface,” dalam Beyond Belief, New York: Harper & Row Puiblishers, 1970
Robert W. Hefner, “Islamizing Java? Religion and Politics in Rural East Java.” The Journal of Asian Studies, 1987
Roland Robertson, ed., Agama: dalam Analisa dan Intrepretasi Sosiologis, Terj: Achmad Fedyani Saifuddin dari judul aslinya: Sociology of Religion, Jakarta: Rajawali, 1988
Saiful Muzani, Ed., Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution, Bandung: Mizan, 1995
Sidi Gazalba, Masyarakat Islam: Pengantar Sosiologi dan Sosiografi, Jakarta: Bulan Bintang, 1976.
Soejono Sumargono, Berfikir Secara kefilsafatan, Yoryakarta : Penerbit Nurcahaya, 1984
Sudirman Tebba, "Orientasi Mahasiswa dan Kajian Islam IAIN," dalam Islam Orde Baru, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993
Sutan Muh. Zain, Kamus Modern Bahasa Indonesia, Tp., Tt.
Sya’raq, al , Muhammad al-Mutawalli, al-Qa[a[ al-Anbiyá, Juz I, Kairo: Maktabah al-Tura` al-Islamy, 1416 H / 1996 M.
Syamsul Haq, Abu Thayyib Muhammad. ‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud. Beirut, Dar El-Kutub El-Ilmiyyah, 1995.      
Taufik Abdullah, Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990
Wahbah Zuhayly, al-Tafsâr al-Munâr, fâ al-‘Aqâdah wa asy-Syarâ‘ah wa al-Manhaj,   Beirut : Dar al-Ma’shir, 1998 M/ 1418 H. Juz 11
Wahbah Zuhayly, Tafsir Al-Munir,  Beirut , 1991 Juz 30, 
WJS. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1976M. Thohir Abdul Mu’in, Ilmu Kalam, Jakarta: Wijaya, 1986.
Yahya, Mukhtar, Prof. Dr. Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami. Bandung, al-Ma’arif, 1996.
Zaidan, Abdul Karim, Prof. Dr. Al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh. Baghdad, Nasyr Ihsan, t.t.
Zaini Muchtarom, et.al., Sejarah pendidikan Islam Jakarta: Departemen Agama RI, 1986
Zakiah Daradjat, dkk., Perbandingan Agama I, Jakarta: Bumi Aksara, 1996
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, 1985
 

GRAVITASI PENDIDIKAN TINJAUAN UMUM DINAMIKA PENDIDIKAN ISLAM*

Makalah Disampaikan pada Diskusi Periodik Dosen IAIN Jember Oleh: Akhsin Ridho , M.Pd .I NIP. 19 830321 201503 1 002 ...