Pokok-pokok Materi :
Manusia diciptakan
Allah SWT dari tanah tetapi secara
arsitektur, manusia menempati posisi
puncak dibandingkan malaikat sekalipun. Tugas manusia sangat berat, yakni sebagai khalifah fi al-ardh (penguasa
bumi), sebuah tugas yang tidak dibebankan kepada kelompok jin. Tugas manusia
sebagai khalifah adalah mengelola bumi sehingga bumi menjadi sumber
kesejahteraan dan kebahagian lahir batin bagi segenap umat manusia. Itulah misi
rahmatan lil ‘alamin yang diemban manusia. Supaya sukses menjadi khalifah, Allah SWT
telah melengkapi manusia dengan ruh di samping nyawa (hewan hanya memiliki
nyawa), juga dilengkapi dengan fisik yang disiapkan di alam rahim, bahkan dilengkapi dengan qalbu (willing,
feeling thinking dan akal nurani).
A.
Manusia di Alam Ruh
Manusia
diberi amanah sebagai khalifah fil ardh, namun justeru Allah tidak
memaksa manusia untuk berbuat sebagaimana kehendak Allah. Allah hanya
memberikan dua jalan (wahadainahu najdain), Sedangkan jalan mana yang
mau ditempuhnya, diserahkan sepenuhnya
kepada manusia. Manusia memiliki hak
untuk memilih (free choise, free will, ree action), Akan tetapi
tentu saja setiap pilihan mengandung resiko (QS. 52 : 21).
Apabila
pilihannya salah, maka setelah mati, ia
akan disimpan di Sijin (penjara) alam qubur.
Seterusnya ia akan ditempatkan di dalam Nar (neraka). Sebaliknya apabila
pilihannya sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an, maka setelah mati, ruhnya akan
disimpan di Iliyin (tempat
tinggi) di alam Qubur. Perjalanan seterusnya pasti lancar bahagia, baik di alam
mahsyar maupun ketika memasuki Jannah (syurga).
Sebagai
khalifah fil ardhi, manusia mengalami hidup di lima alam yakni (1). Alam Ruh
(2). Alam Rahim, (3). Alam Dunia, (4). Alam Qubur dan
(5). Alam Akhirat.
Di alam Ruh manusia masih berupa ruh
(jamaknya arwah). Mengenai eksistensi ruh tak ada seorang pun yang tahu. Kalau manusia turun ke
dunia dalam bentuk ruh (tidak berfisik) maka di dunia tidak akan ada mobil sebab ruh tidak perlu
mobil, tidak ada pabrik karpet, pabrik
pakaian, pabrik obat nyamuk, dll sebab ruh tidak memerlukan itu semua. Kalau
demikian keadaannya, maka dunia pasti sepi. Suapaya bumi ini ramai maka manusia harus dibekali
dengan fisik sebagai pembungkus ruh.
Pada saatnya nanti, sebelum ruh masuk ke dalam janin di alam
Rahim, Allah SWT bertanya ulang kepada
ruh : "Alastu birabbikum ?" (Apakah Aku ini Tuhanmu). Ruh
menjawab :"Bala syahidna" (Ya Engkau Tuhan kami). Dalam hal
ini ruh berjanji kepada Allah
sebagai Sang Pencipta, bahwa kalau ia kelak lahir ke dunia, ia akan mengabdi
kepada Allah.
Amanah ini sebenarnya telah ditawarkan oleh Allah kepada langit, bumi dan
gunung-gunung tetapi mereka semua menolaknya. Kemudian amanah ini diambil oleh
manusia (QS. Al-Ahzab 72). Mengabdi
kepada Allah adalah sebuah agreement yang harus dilaksanakan. Amanah,
tugas, job yang diberikan oleh Allah kepada manusia semasa di alam Arwah
adalah sebagai khalifah fi al-ardl (penguasa bumi yang bertugas
mengelola dan memakmurkan bumi).
Agar manusia sukses mengelola bumi, maka manusia mentaati hukum Alam dan hukum
Agama sekaligus. Kedua hukum tersebut adalah absolut. Apabila manusia memilih
hukum yang relatif maka ia akan gagal melaksanakan tiugas kekhalifahannya.
Supaya manusia menaati hukum
Allah, manusia harus dibina. Pembinaan Allah kepada manusia melalui berbagai
macam cara antara lain melalui rukun Islam. Hadits menyatakan Buniya Islam
'ala khamsin (Islam dibina dengan lima pilar), yakni syahadat, shalat, shaum, zakat dan haji.
Syahadat mengarahkan manusia agar
memiliki keyakinan kokoh bahwa Allah adalah Pencipta dan Pemelihara (Rabb),
Allah sebagai raja (Malik) yang harus dtaati. Juga Allah sebagai Dzat yang hars disembah (Ilah).
Sedangkan shalat membina manusia supaya selalu ingat kepada Allah dalam melaksanakan tugas-tugas kekhalifahan sehingga bekerja
"lurus" dan menjauhi maksiat. Shaum melatih manusia agar mampu
memenej emosi. Zakat membiasakan manusia bersikap dermawan serta memiliki
kepedulian sosial. Haji bertujuan mewujudkan insan sabar, tawakkal, kerja
keras, mampu bekerja sama secara global (mendunia) dengan saling
menghargai.
Dengan demikian di Alam Ruh itu,
manusia telah melakukan teken kontrak untuk hanya mengabdi kepada Allah.
Ini artinya hidup manusia telah dikontrak (dibeli) oleh Allah dengan imbalan syurga. Kalau kelak
manusia mengingkari perjanjian ini, maka sungguh ia telah berkhianat kepada
Allah.
B.
Proses Peciptaan Manusia
Di Alam Rahim, Allah menyiapkan tubuh manusia yang akan
dijadikan tempat Ruh. Fungsi tubuh adalah untuk membantu ruh dalam merealisasikan tugas kekhalifahan. Dengan demikian yang menjadi eksistensi
manusia adalah ruh bukan tubuh. Tubuh berkulit hitam atau putih bukanlah hal
pokok, cantik atau tidak tidaklah penting.
Tetapi sayangnya banyak manusia yang memberikan penilaian berlebihan kepada
jasad daripada ruhani.
Penciptaan tubuh manusia dimulai oleh persenggamaan suami isteri. Suami mengeluarkan sperma (nuthfah).
Sperma adalah kehidupan tingkat awal atau hidup sebagai sel. Sel
sperma suami membuahi ovum isteri (konsepsi) maka jadilah zigot yang kemudian bergantung pada
uterus ('alaqah). Inilah kehidupan tingkat kedua atau hidup sebagai
jaringan. Zigot terus tumbuh, maka terbentuklah
daging, tulang, tangan, kaki, dll (mudgah). Inilah kehidupan tingkat
ketiga atau hidup sebagai organ.
Pada usia 4 bulan masuklah ruh ke
dalam janin, sehingga janin bergerak-gerak. Sebelum usia 4 bulan, manusia
mempunyai nyawa (hayat) tetapi pada usia 4 bulan ia dimasuki ruh. Inilah
kehidupan tingkat keempat, yakni hidup
sebagai individu manusia (khalqan akhar, bentuk final).
Degan demikian, manusia yang
berasal dari bahan yang hina (sperma)
tersebut, oleh Allah dijadikan sebagai
makhluk yang secara fisikal memiliki bentuk (arsitektur) yang paling sempurna (fi
ahsani taqwim). (At-Tin : 4).
Pada usia 4 bulan itu, selain bayi
dimasuki Ruh, bayi pun diberi potensi (potential capasity), misalnya
potensi main bola, berdagang, menyanyi, berpidato, bersosial, dll. Untuk
mendorong perkembangan potensi ini kelak, manusia diberi Qalbu (heart, jantung
hati), yang di dalamnya terdapat antara lain willing (kemauan, nafsu,
syahwat), feeling (perasaan :
suka, benci, sedih, gembira, dll) dan thinking. Potensi lain adalah sama'
bashar, dan afidah (pendengaran, penglihatan dan hati nurani). Manusia di Alam Rahim hanya
9 bulan 10 hari (rata-rata). Setelah itu manusia di dalam rahim ibu harus
mutasi ke alam ke tiga yakni alam Dunia.
C. Proses Perkembangan Manusia
Ketika manusia lahir (sebagai bayi),
potensi yang dibawa sejak dalam
kandungan belum berkembang, bahkan pada periode ini anak manusia belum
mengetahui apa-apa (An-Nahl 78). Oleh
karena itu manusia harus dididik agar potential capasity yang
dimilikinya menjadi actual ability (kemampuan nyata).
Salah satu bentuk pendidikan adalah
melakukan penelitian empirik. Allah SWT di dalam QS Al-Ghasyiah : 17-20
memerintahkan agar manusia melakukan penelitian tentang alam misalnya bagaimana
unta diciptakan (biologi), bagaimana langit ditinggikan (astronomi), bagaimana
gunung-gunung ditekakkan (vulkanologi),
dan bagaimana bumi dihamparkan (geologi). Di dalam QS.2 : 1674 dan QS. 3 :
190-191 Allah menegskan bahwa penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam
dan siang (hukum rotasi) adalah objek penelitian bagi orang-orang yanag beriman
sehingga mereka bisa menjadi Ulul Albab yakni orang yang bisa
menemukan inti (al-lub) masalah atau hakikat sesuatu.
Selain dilatih kecerdasan berfikirnya
(IQ), juga harus dilatih kecerdasan spiritualnya yakni melalui dzikir, baik ketika berdiri,
duduk, atau berbaring. Manusia yang sering merenung tentang penciptaan Allah,
insya Allah akan sampai kepada kesadaran
spiritualnya ditandai antara lain dengan menyatakan :"Rabbana ma
khalaqta hadza bathilaa " (Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan
semua ini dengan sia-sia…").
Selama itu Allah SWT belum meminta
manusia untuk melaksanakan tugas kekhalifahan sebagaimana tercantum dalam
"naskah perjanjjian" yang "ditandatangani" di alam
Ruh, tetapi manusia diberi jeda waktu
selama 15 tahun sehingga mencapai usia cukup atau baligh. Setelah
mencapai baligh barulah manusia diberi taklief (beban, kewajiban) untuk
melaksanakan tugas kekhalifahan
sebagaimana tercantum dalam "Kontrak Kerja ".
Pada usia 1-14 tahun, anak manusia
dilatih untuk berbuat yang baik tetapi belum diwajibkan. Pada usia ini, anak
manusia hanya dipersiapkan fisik dan ruhaninya agar kelak siap menjadi khalifah
fi al-ardl. Persiapan fisik
dilakukan antara lain dengan memberi
anak makanan yang halal dan bergizi (halalan
thayyiba). sedangkan persiapan untuk mendewasakan sikap
mental anak dilakukan antara lain dengan acara aqiqah, khitan,
pembiasaan, shalat, bersikap jujur, dll.
Setelah baligh (usia 15 tahun, atau
telah hadil bagi perempuan, atau sudah mimpi basah bagi pria), maka manusia
wajib melaksanakn tugas kekhalifahan. Lebih rinci lagi melaksanakan job
di seputar hablum minallah, hablum minannas dan hablum minal 'alam. Inilah
yang disebut ibadah.
Definisi ibadah ialah segala aktivitas manusia yang diridhai oleh Allah SWT,
baik aktivitas lahir maupun aktivitas batin
(al-ibadah hiya, kullu ma yardhalullahu minal aqwali wa al-af'ali, ad
dhahirah wa al-bathinah).
Pendek kata tugas manusia di alam
Dunia adalah ibadah. Allah berfirman : "Dan tidak semata-mata Allah
menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Nya". (QS. 51 :
56). Jadi, apapun yang dikerjakan manusia, seluruhnya harus dalam kerangka
beribadah kepada Allah.
Tugas ibadah yang dibebankan kepada
manusia meliputi tiga pilar, yakni (1). Hablum minallah seperti shalat,
shaum, zakat, haji, berdoa, berdzikir, bersikap tawakkal, tadharru'
(merendah hati kepada Allah) dan lain-lain. (2). Hablum minannas seperti
toleransi (tasammuh), kerjasama, ta'awun (tolong menolong). (3). Hablum
minal 'alam yakni bersikap ihsan
terhadap seluruh sumber daya alam, baik sumber daya alam hewani, nabati maupun
energi, termasuk menaati hukum Alam (hukum Kauniyah). Targetnya adalah
terkelolanya bumi secara baik untuk bekal manusia dalam kerangka ibadah kepada
Allah. Dalam hal ini jin tidak diberi SPK (Surat Perintah Kerja) untuk menjadi
khalifah fi al-ardl. Inilah salah satu kelebihan manusia dibandingkan
jin.
Masa kerja manusia dibatasi oleh usia.
Usia manusia di dunia rata-rata 70 tahun. Itu kalau menggunakan perhitungan
tahun Masehi. Kalau menggunakan tahun hijriyah kira-kira 74 tahun. Lain lagi
kalau menggunakan perhitungan tahun Neptunus atau Pluto. Apalagi tahun dalam perhitungan Allah. Di
dalam Alqur'an dijelaskan :" Inna yauman 'inda rabbika kaalfi sanatin mimma ta'uddun"
(Sesungguhnya satu hari di sisi Tuhanmu sama seperti seribu tahun hitunganmu).
Bahkan pada surat Al-Ma'arij ayat 4 ditegaskan " Miqdaruhu khamsina
alfa sannah" (satu hari sama dengan 50.000 tahun). Dengan demikian
kalau manusia hidup di dunia selama 70 tahun, itu sama saja dengan 1, 9 menit,
pendek sekali. Waktu yang sangat singkat ini harus benar-benar dimanfaatkan
untuk ibadah.
Allah menyatakan : "Carilah olehmu karunia Allah berupa
kampung Akhirat. Dan Janganlah
lupa bagianmu di dunia". (QS….). Untuk akhirat menggunakan fiil amar
(kata perintah) "Carilah !" . Sedangkan untuk dunia menggunakan fiil
nahyi (larangan) "Jangan lupa !". Kalau demikian sebenarnya dunia
itu adalah media untuk mencapai akhirat. Memisahkan aktivitas dunia dengan
Akhirat adalah sikap sekuler. Jadi
kegiatan apapun, baik yang menyangkut sosial politik, sosial budaya, sosial
ekonomi, seluruhnya harus dengan niat ibadah kepada Allah.
Perlu menjadi cacatan penting bahwa,
manusia di dunia tidak bisa hidup tanpa materi (harta), tetapi kenikmatan tidak
selalu sejajar dengan harta. Kenikmatan sangat tergantung kepada sikap
penerimaan hati (qana'ah, syukur nikmat ). Kalau kenikmatan
tergantung kepada harta, maka Allah tidak adil.
Pada usia tertentu manusia harus
mati. Ruh manusia berpisah dari
tubuhnya. Tubuh yang berasal dari tanah harus kembali kepada tanah. Sedangkan
ruh yang berasal dari Allah kembali kepada Allah. Inna lillahi wa inna
ilaihoi rajiun. Anehnya tubuh yang akan kembali kepada tanah terus menerus
di make up, sedangkan ruh yang akan kembali kepada Allah tidak di make
up dengan serius. Padahal Allaha menegaskan :"Pada hari Akhirat
nanti, semua manusia tidak dapat diterima oleh Allah kecuali orang yang datang
dengan qalbun salim (selamat, bersih, suci sebagaimana dulu di alam arwah).".
Manusia yang mati, tubuhnya masuk ke
kuburan, sedangkan ruhnya masuk ke alam qubur. Setiap orang mati pasti masuk ke
alam Qubur tetapi tidak semua orang yang mati masuk kuburan.
D. Purna Tugas Manusia
Kualitas ruh orang mati terbagi tiga,
yakni (1). Nafsu Amarah yakni hidupnya didominasi oleh amal buruk (2). Nafsu
Lawwamah yakni manakala amal baik dan buruk relatif seimbang. (30) Nafsu
Muthmainnah yakni manakala hidupnya didominasi oleh amal saleh. Bagaimana
pun kualitas ruh tersebut, semua ruh orang mati memasuki Alam Qubur. Inilah
alam keempat bagi manusia. Ruh yang saleh ditempatkan di Iliyin (tempat
tinggi) sedangkan ruh yang inkar ditempatkan di Sijin (penjara). Di Iliyin, ruh mendapatkan kenikmatan
ruhaniyah, sedangkan di Sijin ruh mendapatkan siksaan ruhaniyah/ bathiniyah.
Ruh tidak bisa kemana-mana. Tidak mungkin ruh bisa gentayangan. Ruh itu maju
terus dari alam ke alam mustahil mundur.
Di alam Qubur, malaikat Munkar dan
Nakir memeriksa amal manusia dengan sangat cepat sebab Allah itu Maha Cepat
Menghitung (innallaha sari'ul hisab). Dalam hal ini kematian telah
mengakhiri aktivitas amal manusia.
Hadits menyatakan : "Apabila anak
Adam meninggal dunia, maka putuslah segala amalnya kecuali tiga, yakni (1).
Sidkah Jariyah. Pahala sidkah akan terus menambah amal orang mati. (2). Anak
shaleh yang mendoakan orangtuanya. Sedangkan doa anak yang inkar sama sekali
tidak bisa berpengaruh. (3). Ilmu yang dimanfaatkan / diajarkan, seperti mengajar
Al-Qur'an, matematika, mengepel, memasak, dll, pokok semua ilmu yang
bermanfaat.
Ruh yang berada di Sijin dapat saja
mutasi ke Iliyin apabila mendapat pasokan pahala yang memadai dari ketiga amal
di atas. Manusia
di alam Qubur sangat lama menunggu Kiamat. Jadi alam Qubur adalah alam pemisah
(barzah) antara alam dunia dengan alam Akhirat.
E. Pertanggungjawaban Manusia
Alam Akhirat diawali oleh peristiwa
Kiamat, yakni hancurnya alam jagad raya secara dahsyat. Malaikat, jin dan
manusia mati. Seluruh makhuk musnah luluh lantak. Ketika itu hanya Allahlah
yang Maha Hidup (alhayyu al-qayyum).
Allah lantas mengganti bumi dan langit
yang telah hancur dengan bumi dan langit yang baru (QS. ). Penciptaan bumi dan langit yang baru
ini sangat mungkin sama dengan periode awal penciptaan alam. Kalau demikian,
pasti suhu bumi panas luar biasa. Semua
manusia benar-benar dijemur dalam teriknya matahari dengan jarak yang sangat
dekat (karena matahari belum banyak berekspansi). Tetapi ada tujuh golongan
orang-orang yang mendapatkan tempat teduh.
Pada waktu itu, manusia dibariskan di
alam terbuka, itulah hari Mahsyar. Di alam Mahsyar ini seluruh manusia berusia
sama yaknii jejaka (abkara). Di sini sekecil apapaun amal baik dan
perbuatan dosa akan dibuka transparan, tak ada yang luput sedikitpun.
Selanjutnya adalah penimbangan amal (mizan).
Amal yang baik bisa menghapus amal yang buruk. Apabila neraca amalnya ternyata
saldo zero, manusia sudah cukup aman. Kedudukannya seperti anak kecil atau
orang gila yang dinilai tidak memiliki amal shaleh tetapi juga tidak mempunyai
dosa, hanya saja balasan syurganya
minimal.
Berdasarkan hasil mizan di atas,
manusia dikelompokkan menjadi dua, yakni barisan kanan (ashab al-yamin)
yang nampak berwajah cerah ceria, dan barisan kiri (ashab asy-Syimal)
yang nampak bermuram durja, tunduk malu, terhina.
Untuk menyelamatkan diri, manusia
berusaha susah payah meminta bantuan agar ia bisa masuk kepada ashab
al-yamin. Maka datanglah nabi Muhammad SAW memberikan bantuan. Inilah yang
disebut syafa't al-kubra (bantuan besar) kepada orang-orang yang layak
dibantu.
Setelah perhitungan final, maka ashab
al-yamin memasuki syurga, baik syurga Firdaus, Adnin, Naim, dll tergantung kepada jumlah amal shaleh yang
dimilikinya. Sedangkan ashab asy-Syimal memasuki neraka, baik neraka
wail, saqar, jahim, Jahannam, dll tergantung kepada jumlah dosa yang
dilakukaannya. Dalam hal ini orang yang yang mengaku muslim tetapi tidak shalat
dimasukkan ke dalam neraka Saqar, sedangkan
orang muslim yang shalatnya tidak memiliki efek positif terhadap prilakunya
dimasukkan ke dalam neraka Wail.
Lamanya orang di neraka tergantung
seberapa banyak dosa yang dilakukannya. Walaupun demikian, sebagaimana hitungan
hari dan tahun menurut Allah, sangat mungkun kalau orang memasuki neraka selama satu hari itu bisa sama dengan 1000
tahun hitungan dunia bahkan bisa sampai 50.000 tahun. Na'udzu billahi min
dzalik.
Berdasarkan uraian di atas, sebenarnya
manusia di dunia baru alam yang ke tiga,
masih ada dua alam lagi yang harus dilalui yakni alam Qubur dan alam
Akhirat. Di alam Qubur, manusia menunggu Kiamat ribuan tahun, sedangkan di alam
Akhirat manusia bahagia atau sengsara selama milyaran tahun. Oleh karena itu
hidup alam Dunia yang hanya 70 tahun harus benar-benar dimanfaatkan. Percuma
lulus S3, kaya, dan terkenal kalau di akhirat masuk neraka. Yang baik adalah
manusia bisa mencapai syurga melalui kebahagiaan shaleh di dunia. Itu bisa
terealisasi, apabila manusia menaati hukum Alam (hukum Kauniyah) dan
hukum Qur'aniyah secara bersamaan.
*Modul ditulis dan dikutip langsung dari berbagai sumber
DAFTAR PUSTAKA
_________ Perbandingan
Madzhab. Bandung, Sinar Baru. 1990
__________, Tarikh al-Madzahib al-Islamiyyah.
Beirut, Dar El-Fikr. t.t.
A.
Mukti Ali, “Metodologi Ilmu Agama Islam,” dalam Metodologi Penelitian Agama; Sebuah Pengantar, ed. Taufik Abdullah
& M. Rusli Karim, Cet. I, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1989
A. Qadir Hasan, Ushul Fiqih. Bangil, Yayasan al-Muslimun,
1992.
A. Qodri A. Azizy,
“Penelitian Agama di Dunia Barat,” Walisongo,
Edisi 13, Tahun 1999
Abbas
Mahmud Aqqad, Allah, Terj: M.
Adib Bisri dan A.Rasyad, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991
Abdullah
Darraz, al-Naba’ al-`Adhim, Mesir:
Dar al-`Urubah, 1960
Abdurrahman
Mas’ud, “Kajian dan Penelitian Agama di Dunia Timur,” Walisongo, Edisi 13, 1999
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, Yogyakarta: LkiS,
2001
Abu A’la al-Maududi, Bagaimana Memahami al-Qur’an, Surabaya: al-Ikhlas, 1981
Abu Zahrah, Muhammad. Ushul Fiqh. Beirut, Dar
El-Fikr. t.t.
Abuddin
Nata, Metodologi Studi Islam,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet V, 2000
Al-Amidi, Ali bin Muhamad. Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam.
Beirut, Dar al-Kutub al-Arabi, 1404 H.
Al-Andalusi, Ali bin Ahmad bin Hazm. Al-Ihkam fi Ushul
al-Ahkam. Kairo, Dar al-Hadits, 1404 H
Al-Imam Muhyiddin Abâ
Zakariya ibn Syarâf al-Nawáwy, Shahâh
Muslim bi Syarh al-Nawáwy, jilid II, Juz 3, Asy-Syirkah ad-Dauliyah
al-Çibá’ah, 2001
Allan W. Eister,
“Introduction,” dalam Changing Perspectives in the Scientific
Study of Religion, ed. Allan W. Eister, New York: John Wiley & Sons,
1974
Al-Qaththan, Mana’ khalil. Mabahits fi ‘Ulumil Quran.
Mansyurat Al-Ashr Al-Arabi. 1973
Amin Abdullah, Pemikiran Filsafat Islam: Pentingnya
Filsafat Dalam Memecahkan Persoalan-persoalan keagamaan, Makalah, disajikan
dalam acara Internship Dosen-Dosen Filsafat Ilmu Pengetahuan se Indonesia,
22-29 Agustus 1999
Amin Abdullah, Pemikiran Filsafat Islam: Pentingnya
Filsafat Dalam Memecahkan Persoalan-persoalan keagamaan, Makalah, disajikan
dalam acara Internship Dosen-Dosen Filsafat Ilmu Pengetahuan se Indonesia,
22-29 Agustus 1999
Amin Abdullah, Pemikiran Filsafat Islam: Pentingnya
Filsafat Dalam Memecahkan Persoalan-persoalan keagamaan, Makalah, disajikan
dalam acara Internship Dosen-Dosen Filsafat Ilmu Pengetahuan se Indonesia,
22-29 Agustus 1999
Anthony Reid,
"Introduction," dalam Anthony Reid (ed.), The Making of an Islamic Political Discourse in Southeast Asia, Centre
of Southeast Asian Studies: Monash University, 1993
Ash-Shabuni, Muhammad Ali. Shafawatu Tafasir,
Beirut, Dar El-Fikr, t.t.
Asy-Syathibi, Ibrahim bin Musa. Al-Muwafaqat fi Ushul
al-Ahkam. Beirut, Dar el-Fikr, t.t.
Atang
Abd. Hakim & Jaih Mubarak, Metodologi
Studi Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya, Cet. III, 2000
Atho
Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam
Teori dan Praktek Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998
Ath-Thahan, Dr. Mahmud, Taisir Mushthalah Hadits,
Surabaya, Syirkah Bengkulu Indah, t.t.
Azyumardi Azra,
"Studi-studi Agama di Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri," dalam Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999
Azyumardi Azra, "The
Making of Islamic Studies in Indonesia," makalah disampaikan dalam seminar
internasional Islam in Indonesia:
Intellectualization and Social Transformation, di Jakarta 23-24 November
2000
Azyumardi Azra, Jaringan Intelektual Ulama Nusantara, Bandung: Mizan, 1994
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam, dari
Fundamentalisme, Modernisme, Hingga Post Modernisme, Jakarta : Penerbit
Paramadina, 1996
Az-Zuhaili, Dr. Wuhbah. Ushul Fiqh Al-Islami.
Beirut, Dar El-Fikr, 1986
Charles Kurzman (Ed.), Wacana Islam Liberal, Pemikiran Islam Kontemporer tentang Isu-isu
Global Jakarta : Penerbit Paramadina,
2001
Cik
Hasan Bisri, “Pemetaan Unsur Penelitian: Upaya Pengembangan Ilmu Agam Islam,” Mimbar Studi, No. 2, Tahun XXII, 1999
Clifford Geertz, The Religion of Java, London: The Free
Press of Glencoe, 1960.
Dadang
Kahmad, Metode Penelitian Agama:
Perspektif Ilmu Perbandingan Agama, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000
Din Syamsudin, Islam dan Politik Era Orde Baru,
Ciputat, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001
Direktorat
Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam Depag RI, Pedoman Pelaksanaan Penelitian Perguruan Tinggi Agama Islam, Jakarta:
Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam Depag RI, 1998
Djamaluddin
Ancok dan Fuad Anshori Suroso, Psikologi
Islami, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994
Elizabet
K. Nottingham, Agama dan Masyarakat
Suatu Pengantar Sosiologi Agama, Jakarta: CV. Rajawali, 1985
Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid I, Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1988
Faisal Ismail, “Studi Islam
di Barat, Fenomena Menarik,” dalam Pengalaman Belajar Islam di Kanada, ed.
Yudian W. Asmin, Yogyakarta: Permika
dan Titian Ilahi Press, 1997
Fazlur
Rahman, Islam dan Modernitas; tentang
Transformasi Intelektual, terj. Ahsin Mohammad, Bandung: Pustaka, 1985
Fazlur Rahman, Islam, Chicago: The University of
Chicago Press, 1980
Hartono
Ahmad Azis, Aliran dan Faham Sesat di
Indonesia, Jakarta : Pustaka
al-Kautsar, 2002
Harun
Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai
Aspeknya, Jilid I, Jakarta: UI
Press, 1979
Ibnu Katsir, Abul Fida Ismail. Tafsir al-Quranul
‘Azhim. Beirut, Dar El-Ma’rifah, 1992
Isma'il
R. Al-Faruqi, Lois Lamya Al-Faruqi,
Atlas Budaya, Menjelajah Khazanah Perdaban Gemilang, judul asli :
The Cultural Atlas of Islam, terjemahan Ilyas Hasan Bandung; Mizan, 2001
Itr, Nuruddin, Dr. Manhajun Naqd fi ‘Ulumil Hadits.
Beirut, Dar El-Fikr, 1981
John. L. Esposito, “Islamic
Studies,” The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, vol. 2, Oxford
& New York: Oxford University Press, 1995
Jujun
S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993
Keputusan
Menteri Agama No. 383 Tahun 1997; “Kata Pengantar,” Qualita Ahsana, Vol 2, No.
2, Oktober 2000
Khalaf, Abdul Wahab.
‘Ilmu Ushul Fiqh. Mesir, Maktabah Ad-Da’wah Al-Islamiyyah, 1968
KHE. Abdurrahman. Menempatkan Hukum Dalam Agama.
Bandung, Sinar Baru. 1990.
Komaruddin
Hidayat dan M. Wahyuni Nafis, Agama
Masa Depan, Jakarta: Paramadina, 1995
Koran Pelita :”Seminar Tafsir Alqur’an di IKIP Jakarta,”
Selasa, 29 Maret 1994/16 Syawwal 1414 H. Lihat pula M. Amin Djamaluddin, Penyimpangan dan Kesesatan Ma‘had al-Zaytun,
hal. 34, LPPI, Jakarta, 2001
Kurkhi, A. Zakariya. Al-Hidayah. Garut, Pesantren
Persis Garut, 1408 H
M. Atho Mudzhar, "In
the Making of Islamic Studies in Indonesia (In Search for a Qiblah)," makalah disampaikan dalam
seminar internasional Islam in Indonesia:
Intellectualization and Social Transformation, di Jakarta 23-24 November
2000
M.
Quraisy Shihab, Membumikan al-Qur’an,
Bandung: Mizan, 1992
Mark R. Woodward, Islam
in Java, Normative Piety and Mysticism in the Sultanate of Yogyakarta,
Tucson: The University of Arizona Press, 1989.
Masdar Hilmy, “Problem
Metodologis dalam Kajian Islam; Membangun Paradigma Penelitian Kegamaan yang
Komprehensif,” Paramedia, Vo. 1, No.
1, April 2000
Mastuhu
& Deden Ridwan (ed.), Tradisi Baru
Penelitian Agama Islam, Bandung: Nuansa dan Pusjarlit, 1998
Merle C. Riclefs, “Six Centuries of Islamization in
Java,” dalam Nehemia Levtzion (ed.),
Conversion to Islam, New York: Holmes and Meir, 1979.
Mona Abaza, Indonesian Students in Cairo,(Paris:
EHESS, 1994
Muhaimin,
Problematika Agama dalam Kehidupan
Manusia, Jakarta: Kalam Mulia, 1989
Muhammad Ajjaj al-Khatib,
Ushul al-Hadits Ulumuh wa Mushthalahuh, Beirut:
Dar al-Fikr, 1975
Muhammad Ibn Muhammad Abã Syahbah dalam
bukunya :”Al-Madkhal li Dirásah Al-Qur’án
al-Karâm” 1992 M/ 1412 H.,Mesir: Maktabah as-Sunnah, 1992 M/1412 H
Muhammad ibn Sulaiman
al-Kafiji di dalam buku : “At-Taysir fâ
Qawá‘id ‘ilmi at-Tafsâr”, Damsyiq : Dar-Al-Qalam,1990 M/1410 H.
Muhammad
Yususf Musa, al-Insan wa Hajah
Insaniyah Ilahy, Terj: A. Malik Madany dan Hakim, Jakarta: Rajawali,
1988
Nasaruddin
Razak, Dinul Islam, Bandung:
al-Ma’arif, 1982
Neil
Muider, Kepribadian jawa,
Yogyakarta: Gajah Mada Press, 1980
Nico Kaptein, "The
Transformation of the Academic Study of Religion: Examples from Netherlands and
Indonesia," makalah disampaikan dalam seminar internasional Islam in Indonesia: Intellectualization and
Social Transformation, di Jakarta 23-24 November 2000
Nico
Syukur Dister Ofm, Pengalaman dan
Motivasi Beragama, Yogyakarta: Kanisius, 1992
Robert
N Bellah, “Preface,” dalam Beyond Belief,
New York: Harper & Row Puiblishers, 1970
Robert W. Hefner, “Islamizing Java? Religion and Politics
in Rural East Java.” The Journal of Asian
Studies, 1987
Roland
Robertson, ed., Agama: dalam Analisa
dan Intrepretasi Sosiologis, Terj: Achmad Fedyani Saifuddin dari judul
aslinya: Sociology of Religion,
Jakarta: Rajawali, 1988
Saiful
Muzani, Ed., Islam Rasional: Gagasan
dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution, Bandung: Mizan, 1995
Sidi
Gazalba, Masyarakat Islam: Pengantar
Sosiologi dan Sosiografi, Jakarta: Bulan Bintang, 1976.
Soejono
Sumargono, Berfikir Secara kefilsafatan,
Yoryakarta : Penerbit Nurcahaya, 1984
Sudirman Tebba,
"Orientasi Mahasiswa dan Kajian Islam IAIN," dalam Islam Orde Baru, Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1993
Sutan
Muh. Zain, Kamus Modern Bahasa Indonesia, Tp., Tt.
Sya’raq, al , Muhammad
al-Mutawalli, al-Qa[a[ al-Anbiyá, Juz
I, Kairo: Maktabah al-Tura` al-Islamy, 1416 H / 1996 M.
Syamsul Haq, Abu Thayyib Muhammad. ‘Aunul Ma’bud Syarh
Sunan Abi Daud. Beirut, Dar El-Kutub El-Ilmiyyah, 1995.
Taufik
Abdullah, Metodologi Penelitian Agama
Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990
Wahbah
Zuhayly, al-Tafsâr al-Munâr, fâ
al-‘Aqâdah wa asy-Syarâ‘ah wa al-Manhaj,
Beirut : Dar al-Ma’shir, 1998 M/ 1418 H. Juz 11
Wahbah Zuhayly, Tafsir Al-Munir, Beirut , 1991 Juz 30,
WJS.
Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1976M. Thohir Abdul Mu’in, Ilmu Kalam, Jakarta: Wijaya, 1986.
Yahya, Mukhtar, Prof. Dr. Dasar-dasar Pembinaan Hukum
Fiqh Islami. Bandung, al-Ma’arif, 1996.
Zaidan, Abdul Karim, Prof. Dr. Al-Wajiz fi Ushul
al-Fiqh. Baghdad, Nasyr Ihsan, t.t.
Zaini Muchtarom, et.al., Sejarah pendidikan Islam Jakarta:
Departemen Agama RI, 1986
Zakiah
Daradjat, dkk., Perbandingan Agama I,
Jakarta: Bumi Aksara, 1996
Zamakhsyari
Dhofier, Tradisi Pesantren, Jakarta:
LP3ES, 1985