Wednesday, February 3, 2016

MODUL 8: KONSEP TUHAN DAN TAKDIR*


Pokok-pokok Materi
Manusia senantiasa mencari siapa penguasa tertingi (ultimate reality) di alam ini. Penguasa tertinggi itu kemudian disebutlah Tuhan. Dalam bahasa lain istilah tuhan disebut ilah, god, hyang, ely, dll.  Orang komunis, dengan menggunakan pendekatan diletika material sampai kepada kesimpulan bahwa tuhan itu tidak ada.  Bukan hanya komunis, banyak lagi orang di luar itu yang tidak bertuhan (atheis). Akan tetapi Al-Qur’an menegaskan bahwa semua manusia pasti  bertuhan mustahil tidak, paling tidak,  ia  bertuhan kepada hawa nafsunya.

A.  Pengertian Tuhan
Al-Qur’an sudah men-Nhas-kan secara jelas bahwa tuhan itu adalah Allah, Dia hanya satu, satu dalam segala hal. Itulah sikap tauhid (mengesakan tuhan). Selanjutnya tauhid dibagi tiga, yakni tauhid Rubbubiyah, Mulkiyah dan Uluhiyah. Sikap tauhid ini merupakan fondasi beragama dan menjadi dasar nilai dalam semua aktivitas manusia,  baik ritual maupun mu’amalah. Apabila tauhid kokoh maka syirik akan lenyap, sebaliknya kemunculan syirik mengindikasikan lemahnya tauhid
Secara bahasa,  Tuhan (Bahasa Indonesia)  sinonim dengan kata God, The Lord God, Almighty  God, Deity (bahasa Inggris), Got (Belanda), Golt (Jerman), Gudd (Swedia, Norwegia), Allon (Phoenicians), Ado (Canaanites), Adonai, Yahuwa, Elohim, Ekah, Eli (Yahudi).
Secara istilah Tuhan adalah segala sesuatu yang paling dicintai. Apabila seseoranjg lebih mencintai mobil barunya daripada segalanya maka mobil itu menjadi Tuhan baginya. Apabila jabatan lebih dicintai melebihi segalanya maka jabatan itu adalah tuhannya. Dengan demikian ada orang yang menuhankan harta, tahta, wanita, dll. Pendek kata banyak manusia yang telah  menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan. Allah menegaskan : "Maka pernahkah kamu melihat orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya ?" (QS. 45 : 23).
Dalam pandangan Al-Qur'an, tidak ada manusia pun yang  atheis (tidak bertuhan). semua manusia pasti bertuhan, hanya saja  ada manusia yang mengingkari Allah lantas bertuhan kepada hawa nafsunya. Ini  disebut Mulhid bukan atheis.

B.  Tuhan: DIA Yang Esa
Rasio, akal manusia  selalu berasumsi bahwa tidak mungkin dapat  menerima kalau tuhan sebagai Ultimate Reality  lebih dari satu. Bagaimana mungkin pemegang kekuasaan tertinggi lebih dari satu. Ini bisa berbahaya,  niscara akan terjadi pertengkaran.
Menurut Al-Qur'an, kalau Tuhan dua niscaya Tuhan dengan ciptaannya masing-masing akan blok-blokkan dan berusaha saling mengalahkan (QS. 23 : 91).
Akal manusia bisa sampai kepada kesimpulan bahwa tuhan itu satu, tetapi akal manausia tidak mungkin dapat mengetahui siapakah tuhan itu. Di dunia ini ada manusia yang bertuhan satu (monotheisme) tetapi Tuhannya bukan Allah SWT. Juga sebahagian manusia lain mempunyai  banyak tuhan (politheisme) Dalam hal ini Allah menegaskan : "Maka ketahuilah, sesungguhnya tidak tuhan selain Allah". (QS. Muhammad / 47 : 19).
Siapakah tuhan Allah itu ? Allah menegaskan : "Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tiada tuhan melainkan Dia. Yang Maha Pemurah lagi Maha penyayang". QS.  2 : 163). Tuhan yang tak dapat digapai dengan panca indera tetapi Dia maha   melihat segalanya (QS.6 : 103). Tuhan yang telah menciptakan segala sesuatu (khaliqu kulla syaiin) QS. 6 : 102.  Tuhan yang menurunkan hujan  (Al-Fathir / 35 : 27)  Tuhan yang menumbuhkan biji-bijian (QS. 6 : 95). Tuhan yang menjadikan malam dan siang (Qs. 6 : 96).
Keyakinan  bahwa tiada tuhan selain Allah (la ilaha ilallah) adalah sikap Tauhid. Tauhid (Tauhidan) yang berasal dari kata wahhada - yuwahhidu bermakna pengesaan Allah. Pengesaan Allah yang di dalam Al-Qur’an dilambangkan dengan kalimat La ilaha illah perlu dijabarkan. Penjabarannya harus berlandaskan ayat Al-Qur'an juga bukan kira-kira.
Dengan melihat relasi (nisbah) antara surat al-Fatiihah sebagai bab Pendahuluan dengan surat An-Nas sebagai bab Penutup Al-Qur'an, karena pada lazimnya, setiap karya tulis terutama karya-karya ilmiah pasti terdapat hubungan yang erat antara bab pendahuluan dengan bab penutup.
Surat Al-Fatihah terdapat kalimat yang relevan dengan beberapa kalimat yang terdapat pada surat An-Nas yaitu sbb : (1). Rabbul 'alamin  - Rabbun nas (2). Maliki Yaumiddin – Malikin nas (3). Iyyaka na'budu    - Ilahinnas. Ini melahirkan taksonomi tauhid yakni Tauhid Rubbubiyah, Tauhid Mulkiyyah dan tauhid Uluhiyah.
Tauhid Rubbubiyah ialah meyakini bahwa Allah sebagai satu-satunya Rabb ( Pencipta dan Pengatur) manusia. Allah-lah yang paling mengetahui karakter manusia dan hanya Allah-lah yang paling mengetahui bagaimana cara mengatur manusia. Manusia wajib meyakini bahwa hanya Allah dengan Al-Qur'an-nyalah  yang pantas mengatur hidup manusia. Dengan demikian, segenap  aturan hasil karya manusia yang bertentangan dengan Al-Qur'an dianggap batil. Oleh karena itu, manusia harus memilih Al-Qur' an sebagai buku panduan hidupnya.  Memilih dan menaati aturan selain Al-Qur'an , atau aturan yang bertentangan dengan Al-Qur’an, termasuk syirik Rubbubiyah.
Tauhid Mulkiyyah ialah meyakini bahwa hanya Allahlah satu-satunya raja (malik) bagi manusia. Allah menegaskan :"Maha duci Allah yang di tangan- Nyalah segala kerajaan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS 67 : 1). Karena Allah adalah raja maka Allahlah  yang harus paling ditaati, paling dicintai dan paling ditakuti. Apabila manusia lebih menaati makhluk daripada Allah, maka ia telah melakukan syirik  Mulkiyyah.
Tauhid Uluhiyah ialah meyakini bahwa hanya Allah lah satu-satunya llah atau Tuhan yang wajib disembah. Manusia hanya mengabdi kepada Allah, manifsetasinya antara lain melakukan segala sesuatu semata-mata dengan niat beribadah kepada  Allah. Mengabdi kepada selain Allah adalah syirik Uluhiyah.

C. Syirik
Syirik artinya menyekutujan Alah, orangnya disebut musyrik. Syirik tidak mungkin bisa berdampingan dengan  sikap Tauhid, karena tidak mungkin menomor satukan Allah berbarengan dengan sikap lebih  mencintai isteri daripada segalanya.
Syirik itu bermacam-macam, antara lain (1). Syirik  Rubbubiyah. (2). Syirik Mulkiyah dan (3). Syirik Uluhiyah. Termasuk ke dalam syirik Rubbubiyah adalah : (a). Meyakini ada aturan yang lebih baik daripada aturan Allah. (b). Memilih dan menaati peraturan hasil karya manusia yang bertentangan dengan aturan Allah (c). Meminta-minta secara gaib kepada selain Allah (d). Meyakini adanya makhluk yang mengetahui hal-hal gaib mutlak (apa yang akan terjadi esok) selain Allah.
Termasuk ke dalam syirik Mulkiyah adalah (a). Lebih menaati makhluk daripada Allah. (b). Lebih takut kepada makhluk daripada kepada Allah (c). Lebih mencintai makhluk daripada mencintai Allah.  Jangankan dalam takaran lebih walaupun hanya mempersamakan, itu pun sudah syirik. (d). Menjadikan makhluk sebagai tempat bergantung dalam soal nasib.
Termasuk ke dalam syirik Uluhiyah adalah (a). Mengabdi kepada selain Allah (b). Beribadah karena motivasi pujian manusia atau motive-motive duniawi. (c). Melakukan aktivitas sehari-hari bukan karena Allah. (d). Melakukan penyembelihan hewan untuk mengabdi kepada selain Allah.

D. Taqdir
1.    Pengertian Qodho dan Qodar :
Salah satu keyakinan yang terkait dengan kuasa Tuhan adalah tentang Taqdir. Oleh karena itu di dalam pembahasan tentang konsep Tuhan ini diselipikan tentang konsep taqdir dalam persepketif Al-Qur’an.mQodho adalah ketetapan, ketentuan atau rencana Allah untuk segenap makhluknya, baik manusia, jin, hewan tumbuhan, gunung, langit, laut, dll.. Sedangkan taqdir adalah kenyataannya atau kejadiannya. Jadi, kalau sudah terjadi disebutlah taqdir.
Sebagai contoh : Allah menegaskan di dalam Al-Qur’an surat 17 : 23 :”Dan Tuhanmu telah menetapkan (qadha), agar kamu tidak menyembah kecuali kepada-Nya”. Akan tetapi pada kenyataannya, ada orang yang menyembah Allah, ada juga yang mengingkarinya. Orang menyembah Allah adalah taqdir. Orang yang  menging-kari-Nya pun adalah taqdir juga. Taqdir ditentukan oleh dirinya sendiri. 
Muncul pertanyaan : “Mengapa antara qadha dan qadar pada manusia terjadi perubahan ?”. Jawabannya adalah : Itu karena manusa mempunyai kebebasan memilih (free choise, fee will, free action. ).
Contoh lainnya seperti Allah menetapkan (qodho) bahwa peredaran bumi mengelilingi matahari adalah 365 hari. Itulah Qodho. Pada kenyataannya (taqdirnya) memang berjalan seperti itu. Allah menetapkan (Qodho) bahwa air itu mengalir ke tempat yang lebih rendah. Pada kenyataannya (taqdirnya) memang demikian.
Antara qodo dan qadar (taqdir) pada alam tidak terjadi perubahan. Mengaoa demikian ? itu karena Itulah sunnatullah (ketetapan Allah). Segenap makhluk, selain manusia dan jin tidak mempunyai pilihan, mereka harus taat kepada ketetapan Allah, terpaksa maupun sukarela.

2.    Ketetapan Takdir
Allah menetapkan bahwa manusia hanya boleh beribadah kepada Allah. Itulah Qodho. Tetapi pada kenyataannya banyak juga manusia yang menyembah selain Allah. Itulah taqdir. Allah menetapkan (qodho) bahwa setiap anak wajib berbuat ihsan kepada orangtuanya, tetapi pada kenyataannya (taqdirnya) ada juga anak yang durhaka kepada orangtuanya.
Pada saat bayi berusia empat bulan dalam kandungan, Allah menetapkan potensi-potensinya atau bakat-bakatnya. Besar kecilnya bakat ini untuk setiap bayi berbeda-beda. Itulah ketetapan (qodho) Allah. Nanti setelah anak itu dewasa akan berusaha mengembangkan potensi itu, sehingga ada orang yang menjadi pemain bola tingkat internasional. Itulah taqdir. Tetapi ada juga yang malas berlatih sehingga hanya  menjadi pemain bola tingkat kecamatan saja..
Qodho Allah untuk manusia sering berbeda dengan taqdirnya sebab manusia dengan akalnya mempunyai hak pilih, tetapi kadang-kadang pilihannya dipengaruhi oleh  nafsu syaithaniyah. Tidak heran kalau ada manusia yang menyembah batu, membunuh, dan berbuat maksiat lainnya. Allah mempunyai qodho (ketetaapan) untuk setiap manusia, tentang jatah umurnya, jatah rizkinya, dan lain-lain. Ini adalah rahasia Allah, manusia tidak akan pernah tahu masalah itu dengan pasti , sehingga tidak mungkin umur manusia itu sama panjangnya dan tidak mungkin manusia di dunia itu sama kayanya atau sama miskinnya.
Kewajiban manusia adalah berikhtiar (bekerja) dan berdoa agar ketetapan (Qodho) Allah benar-benar menjadi kenyataan (taqdir) yang baik.  Bagi anak yang memiliki bakat atau potensi main bola, hendaklah berlatih sekuat tenaga agar menjadi taqdir yang baik yakni menjadi pemain bola yang tangguh.
Bagi  orang yang diberi bakat menyanyi yang baik, hendaklah ia berlatih yang baik sehingga menjadi penyanyi yang baik. Pendek kata, semua manusia harus berusaha maksimal dan berdoa optimal agar memperoleh  taqdir yang baik. Kita harus menyongsong taqdir sebab taqdir pada umumnya tergantung usaha kita. Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kalau kaum itu tidak mengubah nasibnya sendiri.
Akan tetapi kadang-kadang, walaupun kita sudah berusaha maksimal dan berdoa optimal, ternyata gagal juga. Gagalnya itu bukan karena malas, atau ceroboh tetapi karena tidak terduga, entah mengapa. Gagal seperti itu disebut Mushibah. Misalnya seorang ibu mau menyeberang di jalan raya, ia sudah sangat hati-hati, lirik kiri lirik kanak, begitu menyeberang jalan, di luar dugaan ada motor yang melaju kencang dari arah belokan. Si ibu yang sudah berada di tengah jalan dan tidak sempat lagi  mengelak, akhirnya ia ditabrak motor. Kecelakaan itu tidak terduga, itu disebut Mushibah.
Contoh lainnya : Ada seorang anak SD yang pandai, ketika mau mengahadpi ujian ia belajar sungguh-sungguh, shalat serta berdoa sekuat hati. Pada waktu ia pulang sekolah ia kehujanan sehingga ia jatuh sakit. Sakitnya semakin parah padahal sudah berobat ke dokter. Akhirnya anak itu meninggal dunia, ia tidak sempat ikut ujian. Itu namanya Mushibah.
Mushibah adalah kejadian buruk yang tidak disengaja, bukan karena kecerobohan, bahkan tidak bisa diramalkan sebelumnya. Mushibah  adalah semata-mata kehendak Allah, Allah memaksanya. Manusia mau tidak mau harus menerimamnya. Al-Qur'an surat Al-Hadid ayat 22 menyatakan sbb :
Pada umummnya, manusia menganggap bahwa mushibah itu buruk tetapi belum tentu menurut Allah. Allah menyatakan : "Bisa jadi apa yang kamu anggap buruk justeru baik menurut Allah".
Sebagai contoh sikap serang ibu kepada anaknya.  Seorang anak usia 4 tahun berusaha meminta permen dan es kepada ibunya. Ia merengek-rengek. Ibunya mendengar permintaan itu tetapi si Ibu tidak mau memberi anaknya permen atau es. Ibunya hanya memberi roti.  Si anak bingung lantas menangis dengan menyatakan :" Ibu Jahat, ibu Jahat. Mengapa saya minta permen atau es, tetapi ibu tidak memberi, malah ibu memberi roti. Saya tidak mau roti. Ibu Jahat, ibu tidak sayang saya".
Ibu berkata :"Ibu bukan tidak sayang kamu nak !, kalau kamu makan permen kamu bisa sakit gigi. Juga kalau kamu makan es, kamu bisa sakit perut".
Jadi kalau kamu sudah berusaha maksimal dan sudah berdoa optimal tetapi usahamu gagal juga, itulah mushibah, itu dari Allah, itu tanda kasih sayang Allah juga, hanya mungkin manusia tidak tahu rahasia Allah. Oleh karena itu kalau terkena mushibah, kamu harus mengucapkan kalimat "Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun".
Dengan demikian sukses sebagai taqdir yang baik dan mushibah sebagai taqdir yang buruk, semuanya dari Allah SWT , kita harus menerimamnya. Itulah yang dimaksud dengan beriman kepada taqdir Allah, yang baik maupun yang buruk.

3.    Pembagian Taqdir
Taqdir terbagi dalam taqdir Mubram dan taqdir Mua’allaq. Qadar yang bisa diubah dengan usaha manusia ada yang tidak bisa diubah lagi dinamakan taqdir Mubram. Contoh : Si A harus lahir dari rahim Ibu Susi, sedangkan Si B lahir dari rahim ibu Ikah mereka lahir sebagai etnis Sunda dan Aceh adalah tak dapat diubah lagi. Dengan kata lain kejadian yang tak dapat diubah dengan usaha dan doa adalah taqdir Mubram. Sedangkan kejadian yang bisa diubah dengan ikhtiar dan doa adalah taqdir Mu'allaq, seperti miskin jadi kaya, bodoh jadi pandai, dll. Kewajiban manusia adalah berusaha dan berdoa agar taqdir mu'allaq  bisa  berubah menjadi baik dan sesuai dengan kodrat alam. 

4.    Musibah dan Halqan
Kamu sudah tahu bahwa kejadian buruk (taqdir buruk) yang bukan karena kecerobohan manusia, atau bukan disengaja, disebut Mushibah. Tetapi kalau kejadian buruk itu karena kecerobohan manusia, disebut Halkan, bukan mushibah.
Contoh :
a)            Naik motor ugal-ugalan, celaka, mati.
b)            Malas belajar sehingga tidak lulus ujian
c)            Makan tidak teratur sehingga sakit perut.
d)            Bunuh diri, mati.
e)            Berjudi, miskin.
f)             Tidak mau shalat sehingga masuk neraka.
g)            Tidak mau mendengar dakwah sehingga menjadi kafir

Itu semua adalah kejadian buruk, atau taqdir buruk, tetapi buruknya karena kesalahan manusia sendiri. Yang demikian bukan mushibah tetapi disebut Halkan.
Allah berfirman bahwa apa-apa yang baik adalah dari Allah datangnya, sedangkan apa-apa yang buruk adalah dari dirimu sendiri. Mushibah adalah buruk secara lahiriyah padahal hakikatnya adalah baik, itu berasal dari Allah. Sedangkan halkan adalah buruk secara lahiriyah dan juga dari segi hakikat. Itu berasal dari manusia. Kalau manusia terkena mushibah harus bersabar, tetapi kalau manusia terkena Halkan harus bertaubat.
Ada juga orang prilakunya busuk, ikhitiarnya tidak mengenal haram halal, jarang berdoa, tidak pernah shalat, dan lain-lain. Pokoknya hidupnya biadab tetapi ternyata dia sukses, menjadi orang kaya,  pangkatnya tinggi, anak buahnya banyak, dan lain-lain.
Kesuksesan yang demikian bukanlah nikmat tetapi Istijrad, yakni pemberian Allah tanpa kasih sayang. Dia dikasih tetapi tidak disayang.
Jadi kalau seseorang dalam usahanya sering melanggar aturan Allah, tidak pernah beribadah kepada Allah, berperilaku jahiliyah tetapi sukses, maka orang demikian bukan sukses sebagai berkah Allah tetapi sukses sebagai istijrad.
Maukah kamu menjadi pengusaga sukses karena istijrad ? maukah kamu menjadi penyanyi yang sukses karena istijrad, maukah kamu kaya karena istijrad ? Jangan-jangan mau. Karena bisa saja di dunia seperti sukses padahal di akhirat akan ditenggelamkna ke dalam neraka. Kalau ada orang yang memperoleh kesuksesan karena isrijrad, maka harus diingatkan oleh teman-temmannya agar dia bertaubat.

*Modul ini ditulis dan dikutip langsung dari berbagai sumber





DAFTAR PUSTAKA

_________  Perbandingan Madzhab. Bandung, Sinar Baru. 1990
__________, Tarikh al-Madzahib al-Islamiyyah. Beirut, Dar El-Fikr. t.t.
A. Mukti Ali, “Metodologi Ilmu Agama Islam,” dalam Metodologi Penelitian Agama; Sebuah Pengantar, ed. Taufik Abdullah & M. Rusli Karim, Cet. I, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1989
A. Qadir Hasan, Ushul Fiqih. Bangil, Yayasan al-Muslimun, 1992.
A. Qodri A. Azizy, “Penelitian Agama di Dunia Barat,” Walisongo, Edisi 13, Tahun 1999
Abbas Mahmud Aqqad, Allah, Terj: M. Adib Bisri dan A.Rasyad, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991
Abdullah Darraz, al-Naba’ al-`Adhim, Mesir: Dar al-`Urubah, 1960
Abdurrahman Mas’ud, “Kajian dan Penelitian Agama di Dunia Timur,” Walisongo, Edisi 13, 1999
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, Yogyakarta: LkiS, 2001
Abu A’la  al-Maududi, Bagaimana Memahami al-Qur’an, Surabaya: al-Ikhlas, 1981
Abu Zahrah, Muhammad. Ushul Fiqh. Beirut, Dar El-Fikr. t.t.            
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet V, 2000
Al-Amidi, Ali bin Muhamad. Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam. Beirut, Dar al-Kutub al-Arabi, 1404 H.
Al-Andalusi, Ali bin Ahmad bin Hazm. Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam. Kairo, Dar al-Hadits, 1404 H
Al-Imam Muhyiddin Abâ Zakariya ibn Syarâf al-Nawáwy, Shahâh Muslim bi Syarh al-Nawáwy, jilid II, Juz 3, Asy-Syirkah ad-Dauliyah al-Çibá’ah, 2001
Allan W. Eister, “Introduction,”  dalam Changing Perspectives in the Scientific Study of Religion, ed. Allan W. Eister, New York: John Wiley & Sons, 1974
Al-Qaththan, Mana’ khalil. Mabahits fi ‘Ulumil Quran. Mansyurat Al-Ashr Al-Arabi. 1973
Amin Abdullah, Pemikiran Filsafat Islam: Pentingnya Filsafat Dalam Memecahkan Persoalan-persoalan keagamaan, Makalah, disajikan dalam acara Internship Dosen-Dosen Filsafat Ilmu Pengetahuan se Indonesia, 22-29 Agustus 1999
Amin Abdullah, Pemikiran Filsafat Islam: Pentingnya Filsafat Dalam Memecahkan Persoalan-persoalan keagamaan, Makalah, disajikan dalam acara Internship Dosen-Dosen Filsafat Ilmu Pengetahuan se Indonesia, 22-29 Agustus 1999
Amin Abdullah, Pemikiran Filsafat Islam: Pentingnya Filsafat Dalam Memecahkan Persoalan-persoalan keagamaan, Makalah, disajikan dalam acara Internship Dosen-Dosen Filsafat Ilmu Pengetahuan se Indonesia, 22-29 Agustus 1999
Anthony Reid, "Introduction," dalam Anthony Reid (ed.), The Making of an Islamic Political Discourse in Southeast Asia, Centre of Southeast Asian Studies: Monash University, 1993
Ash-Shabuni, Muhammad Ali. Shafawatu Tafasir, Beirut, Dar El-Fikr, t.t.
Asy-Syathibi, Ibrahim bin Musa. Al-Muwafaqat fi Ushul al-Ahkam. Beirut, Dar el-Fikr, t.t.
Atang Abd. Hakim & Jaih Mubarak, Metodologi Studi Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya, Cet. III, 2000
Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998
Ath-Thahan, Dr. Mahmud, Taisir Mushthalah Hadits, Surabaya, Syirkah Bengkulu Indah, t.t.
Azyumardi Azra, "Studi-studi Agama di Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri," dalam Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999
Azyumardi Azra, "The Making of Islamic Studies in Indonesia," makalah disampaikan dalam seminar internasional Islam in Indonesia: Intellectualization and Social Transformation, di Jakarta 23-24 November 2000
Azyumardi Azra, Jaringan Intelektual Ulama Nusantara, Bandung: Mizan, 1994
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam, dari Fundamentalisme, Modernisme, Hingga Post Modernisme, Jakarta : Penerbit Paramadina, 1996
Az-Zuhaili, Dr. Wuhbah. Ushul Fiqh Al-Islami. Beirut, Dar El-Fikr, 1986     
Charles Kurzman (Ed.), Wacana Islam Liberal, Pemikiran Islam Kontemporer tentang Isu-isu Global  Jakarta : Penerbit Paramadina, 2001
Cik Hasan Bisri, “Pemetaan Unsur Penelitian: Upaya Pengembangan Ilmu Agam Islam,” Mimbar Studi, No. 2, Tahun   XXII, 1999
Clifford Geertz, The Religion of Java, London: The Free Press of Glencoe, 1960.
Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama: Perspektif Ilmu Perbandingan Agama, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000
Din Syamsudin, Islam dan Politik Era Orde Baru, Ciputat, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001
Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam Depag RI, Pedoman Pelaksanaan Penelitian Perguruan Tinggi Agama Islam, Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam Depag RI, 1998
Djamaluddin Ancok dan Fuad Anshori Suroso, Psikologi Islami, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994
Elizabet K. Nottingham, Agama dan Masyarakat Suatu Pengantar Sosiologi Agama, Jakarta: CV. Rajawali, 1985
Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid I, Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1988
Faisal Ismail, “Studi Islam di Barat, Fenomena Menarik,”  dalam Pengalaman Belajar Islam di Kanada, ed. Yudian W. Asmin, Yogyakarta: Permika dan Titian Ilahi Press, 1997
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas; tentang Transformasi Intelektual, terj. Ahsin Mohammad, Bandung: Pustaka, 1985
Fazlur Rahman, Islam, Chicago: The University of Chicago Press, 1980
Hartono Ahmad Azis, Aliran dan Faham Sesat di Indonesia,  Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2002
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya,  Jilid I, Jakarta: UI Press, 1979
Ibnu Katsir, Abul Fida Ismail. Tafsir al-Quranul ‘Azhim. Beirut, Dar El-Ma’rifah, 1992
Isma'il R. Al-Faruqi, Lois Lamya Al-Faruqi, Atlas Budaya, Menjelajah Khazanah Perdaban Gemilang, judul asli : The Cultural Atlas of Islam, terjemahan Ilyas Hasan Bandung; Mizan, 2001
Itr, Nuruddin, Dr. Manhajun Naqd fi ‘Ulumil Hadits. Beirut, Dar El-Fikr, 1981          
John. L. Esposito, “Islamic Studies,”  The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, vol. 2, Oxford & New York: Oxford University Press, 1995
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993
Keputusan Menteri Agama No. 383 Tahun 1997; “Kata Pengantar,” Qualita Ahsana,  Vol 2, No. 2, Oktober 2000
Khalaf, Abdul Wahab.  ‘Ilmu Ushul Fiqh. Mesir, Maktabah Ad-Da’wah Al-Islamiyyah, 1968
KHE. Abdurrahman. Menempatkan Hukum Dalam Agama. Bandung, Sinar Baru. 1990.
Komaruddin Hidayat dan M. Wahyuni Nafis, Agama Masa Depan, Jakarta: Paramadina, 1995
Koran Pelita :”Seminar Tafsir Alqur’an di IKIP Jakarta,” Selasa, 29 Maret 1994/16 Syawwal 1414 H. Lihat pula M. Amin Djamaluddin, Penyimpangan dan Kesesatan Ma‘had al-Zaytun, hal. 34, LPPI, Jakarta, 2001
Kurkhi, A. Zakariya. Al-Hidayah. Garut, Pesantren Persis Garut, 1408 H    
M. Atho Mudzhar, "In the Making of Islamic Studies in Indonesia (In Search for a Qiblah)," makalah disampaikan dalam seminar internasional Islam in Indonesia: Intellectualization and Social Transformation, di Jakarta 23-24 November 2000
M. Quraisy Shihab, Membumikan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1992
Mark R. Woodward, Islam in Java, Normative Piety and Mysticism in the Sultanate of Yogyakarta, Tucson: The University of Arizona Press, 1989.
Masdar Hilmy, “Problem Metodologis dalam Kajian Islam; Membangun Paradigma Penelitian Kegamaan yang Komprehensif,” Paramedia, Vo. 1, No. 1, April 2000
Mastuhu & Deden Ridwan (ed.), Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, Bandung: Nuansa dan Pusjarlit, 1998
Merle C. Riclefs, “Six Centuries of Islamization in Java,” dalam Nehemia Levtzion (ed.), Conversion to Islam, New York: Holmes and Meir, 1979.
Mona Abaza, Indonesian Students in Cairo,(Paris: EHESS, 1994
Muhaimin, Problematika Agama dalam Kehidupan Manusia, Jakarta: Kalam Mulia, 1989
Muhammad Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits Ulumuh wa Mushthalahuh, Beirut: Dar al-Fikr, 1975
Muhammad Ibn Muhammad Abã Syahbah dalam bukunya :”Al-Madkhal li Dirásah Al-Qur’án al-Karâm” 1992 M/ 1412 H.,Mesir: Maktabah as-Sunnah, 1992 M/1412 H
Muhammad ibn Sulaiman al-Kafiji di dalam buku : “At-Taysir fâ Qawá‘id ‘ilmi at-Tafsâr”, Damsyiq : Dar-Al-Qalam,1990 M/1410 H. 
Muhammad Yususf Musa, al-Insan wa Hajah Insaniyah Ilahy, Terj: A. Malik Madany dan Hakim, Jakarta: Rajawali, 1988
Nasaruddin Razak, Dinul Islam, Bandung: al-Ma’arif, 1982
Neil Muider, Kepribadian jawa, Yogyakarta: Gajah Mada Press, 1980
Nico Kaptein, "The Transformation of the Academic Study of Religion: Examples from Netherlands and Indonesia," makalah disampaikan dalam seminar internasional Islam in Indonesia: Intellectualization and Social Transformation, di Jakarta 23-24 November 2000
Nico Syukur Dister Ofm, Pengalaman dan Motivasi Beragama, Yogyakarta: Kanisius, 1992
Robert N Bellah, “Preface,” dalam Beyond Belief, New York: Harper & Row Puiblishers, 1970
Robert W. Hefner, “Islamizing Java? Religion and Politics in Rural East Java.” The Journal of Asian Studies, 1987
Roland Robertson, ed., Agama: dalam Analisa dan Intrepretasi Sosiologis, Terj: Achmad Fedyani Saifuddin dari judul aslinya: Sociology of Religion, Jakarta: Rajawali, 1988
Saiful Muzani, Ed., Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution, Bandung: Mizan, 1995
Sidi Gazalba, Masyarakat Islam: Pengantar Sosiologi dan Sosiografi, Jakarta: Bulan Bintang, 1976.
Soejono Sumargono, Berfikir Secara kefilsafatan, Yoryakarta : Penerbit Nurcahaya, 1984
Sudirman Tebba, "Orientasi Mahasiswa dan Kajian Islam IAIN," dalam Islam Orde Baru, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993
Sutan Muh. Zain, Kamus Modern Bahasa Indonesia, Tp., Tt.
Sya’raq, al , Muhammad al-Mutawalli, al-Qa[a[ al-Anbiyá, Juz I, Kairo: Maktabah al-Tura` al-Islamy, 1416 H / 1996 M.
Syamsul Haq, Abu Thayyib Muhammad. ‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud. Beirut, Dar El-Kutub El-Ilmiyyah, 1995.      
Taufik Abdullah, Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990
Wahbah Zuhayly, al-Tafsâr al-Munâr, fâ al-‘Aqâdah wa asy-Syarâ‘ah wa al-Manhaj,   Beirut : Dar al-Ma’shir, 1998 M/ 1418 H. Juz 11
Wahbah Zuhayly, Tafsir Al-Munir,  Beirut , 1991 Juz 30, 
WJS. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1976M. Thohir Abdul Mu’in, Ilmu Kalam, Jakarta: Wijaya, 1986.
Yahya, Mukhtar, Prof. Dr. Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami. Bandung, al-Ma’arif, 1996.
Zaidan, Abdul Karim, Prof. Dr. Al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh. Baghdad, Nasyr Ihsan, t.t.
Zaini Muchtarom, et.al., Sejarah pendidikan Islam Jakarta: Departemen Agama RI, 1986
Zakiah Daradjat, dkk., Perbandingan Agama I, Jakarta: Bumi Aksara, 1996
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, 1985

No comments:

Post a Comment

GRAVITASI PENDIDIKAN TINJAUAN UMUM DINAMIKA PENDIDIKAN ISLAM*

Makalah Disampaikan pada Diskusi Periodik Dosen IAIN Jember Oleh: Akhsin Ridho , M.Pd .I NIP. 19 830321 201503 1 002 ...