Pokok-pokok Materi
Manusia senantiasa mencari
siapa penguasa tertingi (ultimate reality) di alam ini. Penguasa
tertinggi itu kemudian disebutlah Tuhan. Dalam bahasa lain istilah tuhan
disebut ilah, god, hyang, ely,
dll. Orang komunis, dengan menggunakan
pendekatan diletika material sampai kepada kesimpulan bahwa tuhan itu tidak
ada. Bukan hanya komunis, banyak lagi
orang di luar itu yang tidak bertuhan (atheis). Akan tetapi Al-Qur’an
menegaskan bahwa semua manusia pasti
bertuhan mustahil tidak, paling tidak,
ia bertuhan kepada hawa nafsunya.
A. Pengertian Tuhan
Al-Qur’an sudah men-Nhas-kan secara jelas bahwa tuhan itu adalah Allah,
Dia hanya satu, satu dalam segala hal. Itulah sikap tauhid (mengesakan tuhan).
Selanjutnya tauhid dibagi tiga, yakni tauhid Rubbubiyah, Mulkiyah dan Uluhiyah.
Sikap tauhid ini merupakan fondasi beragama dan menjadi dasar nilai dalam semua
aktivitas manusia, baik ritual maupun
mu’amalah. Apabila tauhid kokoh maka syirik akan lenyap, sebaliknya kemunculan
syirik mengindikasikan lemahnya tauhid
Secara bahasa,
Tuhan (Bahasa Indonesia) sinonim
dengan kata God, The Lord God, Almighty
God, Deity (bahasa Inggris), Got (Belanda), Golt (Jerman),
Gudd (Swedia, Norwegia), Allon (Phoenicians), Ado (Canaanites),
Adonai, Yahuwa, Elohim, Ekah, Eli (Yahudi).
Secara istilah Tuhan adalah segala sesuatu yang paling dicintai. Apabila seseoranjg
lebih mencintai mobil barunya daripada segalanya maka mobil itu menjadi Tuhan
baginya. Apabila jabatan lebih dicintai melebihi segalanya maka jabatan itu
adalah tuhannya. Dengan demikian ada orang yang menuhankan harta, tahta,
wanita, dll. Pendek kata banyak manusia yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan. Allah menegaskan : "Maka
pernahkah kamu melihat orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
tuhannya ?" (QS. 45 : 23).
Dalam pandangan Al-Qur'an, tidak ada manusia pun
yang atheis (tidak bertuhan). semua manusia pasti bertuhan, hanya
saja ada manusia yang mengingkari Allah
lantas bertuhan kepada hawa nafsunya. Ini
disebut Mulhid bukan atheis.
B. Tuhan: DIA Yang Esa
Rasio,
akal manusia selalu berasumsi
bahwa tidak
mungkin dapat menerima kalau tuhan
sebagai Ultimate Reality lebih
dari satu. Bagaimana mungkin pemegang kekuasaan tertinggi lebih dari satu. Ini
bisa berbahaya, niscara akan terjadi
pertengkaran.
Menurut Al-Qur'an, kalau Tuhan dua niscaya Tuhan dengan
ciptaannya masing-masing akan blok-blokkan dan berusaha saling mengalahkan (QS.
23 : 91).
Akal manusia bisa sampai kepada kesimpulan bahwa tuhan
itu satu, tetapi akal manausia tidak mungkin dapat mengetahui siapakah tuhan
itu. Di dunia
ini ada manusia yang bertuhan satu (monotheisme) tetapi Tuhannya bukan Allah
SWT. Juga sebahagian manusia lain mempunyai
banyak tuhan (politheisme) Dalam hal ini Allah menegaskan : "Maka
ketahuilah, sesungguhnya tidak tuhan selain Allah". (QS. Muhammad / 47
: 19).
Siapakah tuhan Allah itu ? Allah menegaskan : "Dan
Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tiada tuhan melainkan Dia. Yang Maha
Pemurah lagi Maha penyayang". QS.
2 : 163). Tuhan yang tak dapat digapai dengan panca indera tetapi Dia
maha melihat segalanya (QS.6 : 103).
Tuhan yang telah menciptakan segala sesuatu (khaliqu kulla syaiin) QS. 6
: 102. Tuhan yang menurunkan hujan (Al-Fathir / 35 : 27) Tuhan yang menumbuhkan biji-bijian (QS. 6 :
95). Tuhan yang menjadikan malam dan siang (Qs. 6 : 96).
Keyakinan bahwa
tiada tuhan selain Allah (la ilaha ilallah) adalah sikap Tauhid. Tauhid
(Tauhidan) yang berasal dari kata wahhada - yuwahhidu
bermakna pengesaan Allah. Pengesaan Allah yang di dalam Al-Qur’an dilambangkan
dengan kalimat La ilaha illah perlu dijabarkan. Penjabarannya harus
berlandaskan ayat Al-Qur'an juga bukan kira-kira.
Dengan
melihat relasi (nisbah) antara surat al-Fatiihah sebagai bab Pendahuluan
dengan surat An-Nas sebagai bab Penutup Al-Qur'an, karena pada lazimnya, setiap
karya tulis terutama karya-karya ilmiah pasti terdapat hubungan yang erat
antara bab pendahuluan dengan bab penutup.
Surat
Al-Fatihah terdapat kalimat yang relevan dengan beberapa kalimat yang terdapat
pada surat An-Nas yaitu sbb : (1). Rabbul 'alamin - Rabbun nas (2). Maliki Yaumiddin – Malikin
nas (3). Iyyaka na'budu - Ilahinnas. Ini
melahirkan taksonomi tauhid yakni Tauhid Rubbubiyah, Tauhid Mulkiyyah dan
tauhid Uluhiyah.
Tauhid Rubbubiyah ialah meyakini bahwa Allah sebagai
satu-satunya Rabb ( Pencipta dan Pengatur) manusia. Allah-lah yang
paling mengetahui karakter manusia dan hanya Allah-lah yang paling mengetahui
bagaimana cara mengatur manusia. Manusia wajib meyakini bahwa hanya Allah
dengan Al-Qur'an-nyalah yang pantas
mengatur hidup manusia. Dengan demikian, segenap aturan hasil karya manusia yang bertentangan
dengan Al-Qur'an dianggap batil. Oleh karena itu, manusia harus memilih Al-Qur'
an sebagai buku panduan hidupnya.
Memilih dan menaati aturan selain Al-Qur'an , atau aturan yang
bertentangan dengan Al-Qur’an, termasuk syirik Rubbubiyah.
Tauhid Mulkiyyah ialah meyakini bahwa hanya Allahlah
satu-satunya raja (malik) bagi manusia. Allah menegaskan :"Maha
duci Allah yang di tangan- Nyalah segala kerajaan dan Dia Maha Kuasa atas
segala sesuatu (QS 67 : 1). Karena Allah adalah raja maka Allahlah yang harus paling ditaati, paling dicintai
dan paling ditakuti. Apabila manusia lebih menaati makhluk daripada Allah, maka
ia telah melakukan syirik Mulkiyyah.
Tauhid Uluhiyah ialah meyakini bahwa hanya Allah lah
satu-satunya llah atau Tuhan yang wajib disembah. Manusia hanya
mengabdi kepada Allah, manifsetasinya antara lain melakukan segala sesuatu
semata-mata dengan niat beribadah kepada
Allah. Mengabdi kepada selain Allah adalah syirik Uluhiyah.
C. Syirik
Syirik artinya menyekutujan Alah, orangnya disebut
musyrik. Syirik tidak mungkin bisa berdampingan dengan sikap Tauhid, karena tidak mungkin menomor
satukan Allah berbarengan dengan sikap lebih
mencintai isteri daripada segalanya.
Syirik itu bermacam-macam, antara lain (1). Syirik Rubbubiyah. (2). Syirik Mulkiyah dan (3).
Syirik Uluhiyah. Termasuk ke dalam syirik Rubbubiyah adalah : (a). Meyakini ada
aturan yang lebih baik daripada aturan Allah. (b). Memilih dan menaati peraturan
hasil karya manusia yang bertentangan dengan aturan Allah (c). Meminta-minta
secara gaib kepada selain Allah (d). Meyakini adanya makhluk yang mengetahui
hal-hal gaib mutlak (apa yang akan terjadi esok) selain Allah.
Termasuk ke dalam syirik Mulkiyah adalah (a). Lebih
menaati makhluk daripada Allah. (b). Lebih takut kepada makhluk daripada kepada
Allah (c). Lebih mencintai makhluk daripada mencintai Allah. Jangankan dalam takaran lebih walaupun hanya
mempersamakan, itu pun sudah syirik. (d). Menjadikan makhluk sebagai tempat
bergantung dalam soal nasib.
Termasuk ke dalam syirik Uluhiyah adalah (a). Mengabdi
kepada selain Allah (b). Beribadah karena motivasi pujian manusia atau
motive-motive duniawi. (c). Melakukan aktivitas sehari-hari bukan karena Allah.
(d). Melakukan penyembelihan hewan untuk mengabdi kepada selain Allah.
D.
Taqdir
1.
Pengertian
Qodho dan Qodar :
Salah
satu keyakinan yang terkait dengan kuasa Tuhan adalah tentang Taqdir. Oleh
karena itu di dalam pembahasan tentang konsep Tuhan ini diselipikan tentang
konsep taqdir dalam persepketif Al-Qur’an.mQodho
adalah ketetapan, ketentuan atau rencana Allah untuk segenap makhluknya, baik
manusia, jin, hewan tumbuhan, gunung, langit, laut, dll.. Sedangkan taqdir
adalah kenyataannya atau kejadiannya. Jadi, kalau sudah terjadi disebutlah
taqdir.
Sebagai contoh : Allah menegaskan di
dalam Al-Qur’an surat 17 : 23 :”Dan Tuhanmu telah menetapkan (qadha), agar kamu
tidak menyembah kecuali kepada-Nya”. Akan tetapi pada kenyataannya, ada orang
yang menyembah Allah, ada juga yang mengingkarinya. Orang menyembah Allah adalah
taqdir. Orang yang menging-kari-Nya pun
adalah taqdir juga. Taqdir ditentukan oleh dirinya sendiri.
Muncul pertanyaan : “Mengapa antara
qadha dan qadar pada manusia terjadi perubahan ?”. Jawabannya adalah : Itu
karena manusa mempunyai kebebasan memilih (free choise, fee will, free
action. ).
Contoh lainnya seperti Allah menetapkan (qodho)
bahwa peredaran bumi mengelilingi matahari adalah 365 hari. Itulah Qodho. Pada
kenyataannya (taqdirnya) memang berjalan seperti itu. Allah menetapkan (Qodho)
bahwa air itu mengalir ke tempat yang lebih rendah. Pada kenyataannya
(taqdirnya) memang demikian.
Antara qodo dan qadar (taqdir) pada
alam tidak terjadi perubahan. Mengaoa demikian ? itu karena Itulah sunnatullah
(ketetapan Allah). Segenap makhluk, selain manusia dan jin tidak mempunyai
pilihan, mereka harus taat kepada ketetapan Allah, terpaksa maupun sukarela.
2.
Ketetapan
Takdir
Allah menetapkan bahwa manusia hanya
boleh beribadah kepada Allah. Itulah Qodho. Tetapi pada kenyataannya banyak
juga manusia yang menyembah selain Allah. Itulah taqdir. Allah menetapkan
(qodho) bahwa setiap anak wajib berbuat ihsan kepada orangtuanya, tetapi pada
kenyataannya (taqdirnya) ada juga anak yang durhaka kepada orangtuanya.
Pada saat bayi berusia empat bulan
dalam kandungan, Allah menetapkan potensi-potensinya atau bakat-bakatnya. Besar
kecilnya bakat ini untuk setiap bayi berbeda-beda. Itulah ketetapan (qodho)
Allah. Nanti setelah anak itu dewasa akan berusaha mengembangkan potensi itu,
sehingga ada orang yang menjadi pemain bola tingkat internasional. Itulah
taqdir. Tetapi ada juga yang malas berlatih sehingga hanya menjadi pemain bola tingkat kecamatan saja..
Qodho Allah untuk manusia sering
berbeda dengan taqdirnya sebab manusia dengan akalnya mempunyai hak pilih,
tetapi kadang-kadang pilihannya dipengaruhi oleh nafsu syaithaniyah. Tidak heran kalau ada
manusia yang menyembah batu, membunuh, dan berbuat maksiat lainnya. Allah
mempunyai qodho (ketetaapan) untuk setiap manusia, tentang jatah umurnya, jatah
rizkinya, dan lain-lain. Ini adalah rahasia Allah, manusia tidak akan pernah
tahu masalah itu dengan pasti , sehingga tidak mungkin umur manusia itu sama
panjangnya dan tidak mungkin manusia di dunia itu sama kayanya atau sama
miskinnya.
Kewajiban manusia adalah berikhtiar
(bekerja) dan berdoa agar ketetapan (Qodho) Allah benar-benar menjadi kenyataan
(taqdir) yang baik. Bagi anak yang
memiliki bakat atau potensi main bola, hendaklah berlatih sekuat tenaga agar
menjadi taqdir yang baik yakni menjadi pemain bola yang tangguh.
Bagi
orang yang diberi bakat menyanyi yang baik, hendaklah ia berlatih yang
baik sehingga menjadi penyanyi yang baik. Pendek kata, semua manusia
harus berusaha maksimal dan berdoa optimal agar memperoleh taqdir yang baik. Kita harus menyongsong
taqdir sebab taqdir pada umumnya tergantung usaha kita. Allah tidak akan
mengubah nasib suatu kaum kalau kaum itu tidak mengubah nasibnya sendiri.
Akan tetapi kadang-kadang, walaupun
kita sudah berusaha maksimal dan berdoa optimal, ternyata gagal juga. Gagalnya
itu bukan karena malas, atau ceroboh tetapi karena tidak terduga, entah
mengapa. Gagal seperti itu disebut Mushibah. Misalnya seorang ibu mau
menyeberang di jalan raya, ia sudah sangat hati-hati, lirik kiri lirik kanak,
begitu menyeberang jalan, di luar dugaan ada motor yang melaju kencang dari
arah belokan. Si ibu yang sudah berada di tengah jalan dan tidak sempat
lagi mengelak, akhirnya ia ditabrak motor.
Kecelakaan itu tidak terduga, itu disebut Mushibah.
Contoh lainnya : Ada seorang anak SD
yang pandai, ketika mau mengahadpi ujian ia belajar sungguh-sungguh, shalat
serta berdoa sekuat hati. Pada waktu ia pulang sekolah ia kehujanan sehingga ia
jatuh sakit. Sakitnya semakin parah padahal sudah berobat ke dokter. Akhirnya
anak itu meninggal dunia, ia tidak sempat ikut ujian. Itu namanya Mushibah.
Mushibah
adalah kejadian buruk yang tidak disengaja, bukan karena kecerobohan, bahkan
tidak bisa diramalkan sebelumnya. Mushibah
adalah semata-mata kehendak Allah, Allah memaksanya. Manusia mau tidak
mau harus menerimamnya. Al-Qur'an surat Al-Hadid ayat 22 menyatakan sbb :
Pada umummnya, manusia menganggap
bahwa mushibah itu buruk tetapi belum tentu menurut Allah. Allah menyatakan :
"Bisa jadi apa yang kamu anggap buruk justeru baik menurut Allah".
Sebagai contoh sikap serang ibu kepada
anaknya. Seorang anak usia 4 tahun
berusaha meminta permen dan es kepada ibunya. Ia merengek-rengek. Ibunya
mendengar permintaan itu tetapi si Ibu tidak mau memberi anaknya permen atau
es. Ibunya hanya memberi roti. Si anak
bingung lantas menangis dengan menyatakan :" Ibu Jahat, ibu Jahat. Mengapa
saya minta permen atau es, tetapi ibu tidak memberi, malah ibu memberi roti.
Saya tidak mau roti. Ibu Jahat, ibu tidak sayang saya".
Ibu berkata :"Ibu bukan tidak
sayang kamu nak !, kalau kamu makan permen kamu bisa sakit gigi. Juga kalau
kamu makan es, kamu bisa sakit perut".
Jadi kalau kamu sudah berusaha
maksimal dan sudah berdoa optimal tetapi usahamu gagal juga, itulah mushibah,
itu dari Allah, itu tanda kasih sayang Allah juga, hanya mungkin manusia tidak
tahu rahasia Allah. Oleh karena itu kalau terkena mushibah, kamu harus
mengucapkan kalimat "Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun".
Dengan demikian sukses sebagai taqdir
yang baik dan mushibah sebagai taqdir yang buruk, semuanya dari Allah SWT ,
kita harus menerimamnya. Itulah yang dimaksud dengan beriman kepada taqdir
Allah, yang baik maupun yang buruk.
3.
Pembagian
Taqdir
Taqdir terbagi
dalam taqdir Mubram dan taqdir Mua’allaq.
Qadar yang bisa diubah
dengan usaha manusia ada yang tidak bisa diubah lagi dinamakan taqdir
Mubram. Contoh : Si A harus lahir dari rahim Ibu
Susi, sedangkan Si B
lahir dari rahim ibu Ikah mereka lahir sebagai etnis Sunda dan Aceh adalah tak dapat diubah lagi. Dengan kata lain
kejadian yang
tak dapat diubah dengan usaha dan doa adalah taqdir Mubram. Sedangkan kejadian
yang bisa diubah dengan ikhtiar dan doa adalah taqdir Mu'allaq, seperti miskin
jadi kaya, bodoh jadi pandai, dll. Kewajiban manusia adalah berusaha dan
berdoa agar taqdir mu'allaq bisa berubah menjadi baik dan sesuai
dengan kodrat alam.
4.
Musibah
dan Halqan
Kamu
sudah tahu bahwa kejadian buruk (taqdir buruk) yang bukan karena kecerobohan
manusia, atau bukan disengaja, disebut Mushibah. Tetapi kalau kejadian buruk
itu karena kecerobohan manusia, disebut Halkan, bukan mushibah.
Contoh :
a)
Naik motor ugal-ugalan, celaka, mati.
b)
Malas belajar sehingga tidak lulus
ujian
c)
Makan tidak teratur sehingga sakit
perut.
d)
Bunuh diri, mati.
e)
Berjudi, miskin.
f)
Tidak mau shalat sehingga masuk
neraka.
g)
Tidak mau mendengar dakwah sehingga
menjadi kafir
Itu semua adalah kejadian buruk, atau
taqdir buruk, tetapi buruknya karena kesalahan manusia sendiri. Yang demikian
bukan mushibah tetapi disebut Halkan.
Allah berfirman bahwa apa-apa yang
baik adalah dari Allah datangnya, sedangkan apa-apa yang buruk adalah dari
dirimu sendiri. Mushibah
adalah buruk secara lahiriyah padahal hakikatnya adalah baik, itu berasal dari
Allah. Sedangkan halkan adalah buruk secara lahiriyah dan juga dari segi
hakikat. Itu berasal dari manusia. Kalau manusia terkena mushibah harus
bersabar, tetapi kalau manusia terkena Halkan harus bertaubat.
Ada juga orang prilakunya busuk,
ikhitiarnya tidak mengenal haram halal, jarang berdoa, tidak pernah shalat, dan
lain-lain. Pokoknya hidupnya biadab tetapi ternyata dia sukses, menjadi orang kaya, pangkatnya tinggi, anak buahnya banyak, dan
lain-lain.
Kesuksesan yang demikian bukanlah
nikmat tetapi Istijrad, yakni pemberian Allah tanpa kasih sayang. Dia dikasih
tetapi tidak disayang.
Jadi kalau seseorang dalam usahanya
sering melanggar aturan Allah, tidak pernah beribadah kepada Allah, berperilaku
jahiliyah tetapi sukses, maka orang demikian bukan sukses sebagai berkah Allah
tetapi sukses sebagai istijrad.
Maukah kamu menjadi pengusaga sukses
karena istijrad ? maukah kamu menjadi penyanyi yang sukses karena istijrad,
maukah kamu kaya karena istijrad ? Jangan-jangan mau. Karena bisa saja di dunia
seperti sukses padahal di akhirat akan ditenggelamkna ke dalam neraka. Kalau
ada orang yang memperoleh kesuksesan karena isrijrad, maka harus diingatkan
oleh teman-temmannya agar dia bertaubat.
*Modul ini ditulis dan dikutip langsung dari berbagai sumber
DAFTAR PUSTAKA
_________ Perbandingan
Madzhab. Bandung, Sinar Baru. 1990
__________, Tarikh al-Madzahib al-Islamiyyah.
Beirut, Dar El-Fikr. t.t.
A.
Mukti Ali, “Metodologi Ilmu Agama Islam,” dalam Metodologi Penelitian Agama; Sebuah Pengantar, ed. Taufik Abdullah
& M. Rusli Karim, Cet. I, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1989
A. Qadir Hasan, Ushul Fiqih. Bangil, Yayasan al-Muslimun,
1992.
A. Qodri A. Azizy,
“Penelitian Agama di Dunia Barat,” Walisongo,
Edisi 13, Tahun 1999
Abbas
Mahmud Aqqad, Allah, Terj: M.
Adib Bisri dan A.Rasyad, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991
Abdullah
Darraz, al-Naba’ al-`Adhim, Mesir:
Dar al-`Urubah, 1960
Abdurrahman
Mas’ud, “Kajian dan Penelitian Agama di Dunia Timur,” Walisongo, Edisi 13, 1999
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, Yogyakarta: LkiS,
2001
Abu A’la al-Maududi, Bagaimana Memahami al-Qur’an, Surabaya: al-Ikhlas, 1981
Abu Zahrah, Muhammad. Ushul Fiqh. Beirut, Dar
El-Fikr. t.t.
Abuddin
Nata, Metodologi Studi Islam,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet V, 2000
Al-Amidi, Ali bin Muhamad. Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam.
Beirut, Dar al-Kutub al-Arabi, 1404 H.
Al-Andalusi, Ali bin Ahmad bin Hazm. Al-Ihkam fi Ushul
al-Ahkam. Kairo, Dar al-Hadits, 1404 H
Al-Imam Muhyiddin Abâ
Zakariya ibn Syarâf al-Nawáwy, Shahâh
Muslim bi Syarh al-Nawáwy, jilid II, Juz 3, Asy-Syirkah ad-Dauliyah
al-Çibá’ah, 2001
Allan W. Eister,
“Introduction,” dalam Changing Perspectives in the Scientific
Study of Religion, ed. Allan W. Eister, New York: John Wiley & Sons,
1974
Al-Qaththan, Mana’ khalil. Mabahits fi ‘Ulumil Quran.
Mansyurat Al-Ashr Al-Arabi. 1973
Amin Abdullah, Pemikiran Filsafat Islam: Pentingnya
Filsafat Dalam Memecahkan Persoalan-persoalan keagamaan, Makalah, disajikan
dalam acara Internship Dosen-Dosen Filsafat Ilmu Pengetahuan se Indonesia,
22-29 Agustus 1999
Amin Abdullah, Pemikiran Filsafat Islam: Pentingnya
Filsafat Dalam Memecahkan Persoalan-persoalan keagamaan, Makalah, disajikan
dalam acara Internship Dosen-Dosen Filsafat Ilmu Pengetahuan se Indonesia,
22-29 Agustus 1999
Amin Abdullah, Pemikiran Filsafat Islam: Pentingnya
Filsafat Dalam Memecahkan Persoalan-persoalan keagamaan, Makalah, disajikan
dalam acara Internship Dosen-Dosen Filsafat Ilmu Pengetahuan se Indonesia,
22-29 Agustus 1999
Anthony Reid,
"Introduction," dalam Anthony Reid (ed.), The Making of an Islamic Political Discourse in Southeast Asia, Centre
of Southeast Asian Studies: Monash University, 1993
Ash-Shabuni, Muhammad Ali. Shafawatu Tafasir,
Beirut, Dar El-Fikr, t.t.
Asy-Syathibi, Ibrahim bin Musa. Al-Muwafaqat fi Ushul
al-Ahkam. Beirut, Dar el-Fikr, t.t.
Atang
Abd. Hakim & Jaih Mubarak, Metodologi
Studi Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya, Cet. III, 2000
Atho
Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam
Teori dan Praktek Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998
Ath-Thahan, Dr. Mahmud, Taisir Mushthalah Hadits,
Surabaya, Syirkah Bengkulu Indah, t.t.
Azyumardi Azra,
"Studi-studi Agama di Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri," dalam Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999
Azyumardi Azra, "The
Making of Islamic Studies in Indonesia," makalah disampaikan dalam seminar
internasional Islam in Indonesia:
Intellectualization and Social Transformation, di Jakarta 23-24 November
2000
Azyumardi Azra, Jaringan Intelektual Ulama Nusantara, Bandung: Mizan, 1994
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam, dari
Fundamentalisme, Modernisme, Hingga Post Modernisme, Jakarta : Penerbit
Paramadina, 1996
Az-Zuhaili, Dr. Wuhbah. Ushul Fiqh Al-Islami.
Beirut, Dar El-Fikr, 1986
Charles Kurzman (Ed.), Wacana Islam Liberal, Pemikiran Islam Kontemporer tentang Isu-isu
Global Jakarta : Penerbit Paramadina,
2001
Cik
Hasan Bisri, “Pemetaan Unsur Penelitian: Upaya Pengembangan Ilmu Agam Islam,” Mimbar Studi, No. 2, Tahun XXII, 1999
Clifford Geertz, The Religion of Java, London: The Free
Press of Glencoe, 1960.
Dadang
Kahmad, Metode Penelitian Agama:
Perspektif Ilmu Perbandingan Agama, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000
Din Syamsudin, Islam dan Politik Era Orde Baru,
Ciputat, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001
Direktorat
Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam Depag RI, Pedoman Pelaksanaan Penelitian Perguruan Tinggi Agama Islam, Jakarta:
Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam Depag RI, 1998
Djamaluddin
Ancok dan Fuad Anshori Suroso, Psikologi
Islami, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994
Elizabet
K. Nottingham, Agama dan Masyarakat
Suatu Pengantar Sosiologi Agama, Jakarta: CV. Rajawali, 1985
Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid I, Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1988
Faisal Ismail, “Studi Islam
di Barat, Fenomena Menarik,” dalam Pengalaman Belajar Islam di Kanada, ed.
Yudian W. Asmin, Yogyakarta: Permika
dan Titian Ilahi Press, 1997
Fazlur
Rahman, Islam dan Modernitas; tentang
Transformasi Intelektual, terj. Ahsin Mohammad, Bandung: Pustaka, 1985
Fazlur Rahman, Islam, Chicago: The University of
Chicago Press, 1980
Hartono
Ahmad Azis, Aliran dan Faham Sesat di
Indonesia, Jakarta : Pustaka
al-Kautsar, 2002
Harun
Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai
Aspeknya, Jilid I, Jakarta: UI
Press, 1979
Ibnu Katsir, Abul Fida Ismail. Tafsir al-Quranul
‘Azhim. Beirut, Dar El-Ma’rifah, 1992
Isma'il
R. Al-Faruqi, Lois Lamya Al-Faruqi,
Atlas Budaya, Menjelajah Khazanah Perdaban Gemilang, judul asli :
The Cultural Atlas of Islam, terjemahan Ilyas Hasan Bandung; Mizan, 2001
Itr, Nuruddin, Dr. Manhajun Naqd fi ‘Ulumil Hadits.
Beirut, Dar El-Fikr, 1981
John. L. Esposito, “Islamic
Studies,” The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, vol. 2, Oxford
& New York: Oxford University Press, 1995
Jujun
S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993
Keputusan
Menteri Agama No. 383 Tahun 1997; “Kata Pengantar,” Qualita Ahsana, Vol 2, No.
2, Oktober 2000
Khalaf, Abdul Wahab.
‘Ilmu Ushul Fiqh. Mesir, Maktabah Ad-Da’wah Al-Islamiyyah, 1968
KHE. Abdurrahman. Menempatkan Hukum Dalam Agama.
Bandung, Sinar Baru. 1990.
Komaruddin
Hidayat dan M. Wahyuni Nafis, Agama
Masa Depan, Jakarta: Paramadina, 1995
Koran Pelita :”Seminar Tafsir Alqur’an di IKIP Jakarta,”
Selasa, 29 Maret 1994/16 Syawwal 1414 H. Lihat pula M. Amin Djamaluddin, Penyimpangan dan Kesesatan Ma‘had al-Zaytun,
hal. 34, LPPI, Jakarta, 2001
Kurkhi, A. Zakariya. Al-Hidayah. Garut, Pesantren
Persis Garut, 1408 H
M. Atho Mudzhar, "In
the Making of Islamic Studies in Indonesia (In Search for a Qiblah)," makalah disampaikan dalam
seminar internasional Islam in Indonesia:
Intellectualization and Social Transformation, di Jakarta 23-24 November
2000
M.
Quraisy Shihab, Membumikan al-Qur’an,
Bandung: Mizan, 1992
Mark R. Woodward, Islam
in Java, Normative Piety and Mysticism in the Sultanate of Yogyakarta,
Tucson: The University of Arizona Press, 1989.
Masdar Hilmy, “Problem
Metodologis dalam Kajian Islam; Membangun Paradigma Penelitian Kegamaan yang
Komprehensif,” Paramedia, Vo. 1, No.
1, April 2000
Mastuhu
& Deden Ridwan (ed.), Tradisi Baru
Penelitian Agama Islam, Bandung: Nuansa dan Pusjarlit, 1998
Merle C. Riclefs, “Six Centuries of Islamization in
Java,” dalam Nehemia Levtzion (ed.),
Conversion to Islam, New York: Holmes and Meir, 1979.
Mona Abaza, Indonesian Students in Cairo,(Paris:
EHESS, 1994
Muhaimin,
Problematika Agama dalam Kehidupan
Manusia, Jakarta: Kalam Mulia, 1989
Muhammad Ajjaj al-Khatib,
Ushul al-Hadits Ulumuh wa Mushthalahuh, Beirut:
Dar al-Fikr, 1975
Muhammad Ibn Muhammad Abã Syahbah dalam
bukunya :”Al-Madkhal li Dirásah Al-Qur’án
al-Karâm” 1992 M/ 1412 H.,Mesir: Maktabah as-Sunnah, 1992 M/1412 H
Muhammad ibn Sulaiman
al-Kafiji di dalam buku : “At-Taysir fâ
Qawá‘id ‘ilmi at-Tafsâr”, Damsyiq : Dar-Al-Qalam,1990 M/1410 H.
Muhammad
Yususf Musa, al-Insan wa Hajah
Insaniyah Ilahy, Terj: A. Malik Madany dan Hakim, Jakarta: Rajawali,
1988
Nasaruddin
Razak, Dinul Islam, Bandung:
al-Ma’arif, 1982
Neil
Muider, Kepribadian jawa,
Yogyakarta: Gajah Mada Press, 1980
Nico Kaptein, "The
Transformation of the Academic Study of Religion: Examples from Netherlands and
Indonesia," makalah disampaikan dalam seminar internasional Islam in Indonesia: Intellectualization and
Social Transformation, di Jakarta 23-24 November 2000
Nico
Syukur Dister Ofm, Pengalaman dan
Motivasi Beragama, Yogyakarta: Kanisius, 1992
Robert
N Bellah, “Preface,” dalam Beyond Belief,
New York: Harper & Row Puiblishers, 1970
Robert W. Hefner, “Islamizing Java? Religion and Politics
in Rural East Java.” The Journal of Asian
Studies, 1987
Roland
Robertson, ed., Agama: dalam Analisa
dan Intrepretasi Sosiologis, Terj: Achmad Fedyani Saifuddin dari judul
aslinya: Sociology of Religion,
Jakarta: Rajawali, 1988
Saiful
Muzani, Ed., Islam Rasional: Gagasan
dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution, Bandung: Mizan, 1995
Sidi
Gazalba, Masyarakat Islam: Pengantar
Sosiologi dan Sosiografi, Jakarta: Bulan Bintang, 1976.
Soejono
Sumargono, Berfikir Secara kefilsafatan,
Yoryakarta : Penerbit Nurcahaya, 1984
Sudirman Tebba,
"Orientasi Mahasiswa dan Kajian Islam IAIN," dalam Islam Orde Baru, Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1993
Sutan
Muh. Zain, Kamus Modern Bahasa Indonesia, Tp., Tt.
Sya’raq, al , Muhammad
al-Mutawalli, al-Qa[a[ al-Anbiyá, Juz
I, Kairo: Maktabah al-Tura` al-Islamy, 1416 H / 1996 M.
Syamsul Haq, Abu Thayyib Muhammad. ‘Aunul Ma’bud Syarh
Sunan Abi Daud. Beirut, Dar El-Kutub El-Ilmiyyah, 1995.
Taufik
Abdullah, Metodologi Penelitian Agama
Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990
Wahbah
Zuhayly, al-Tafsâr al-Munâr, fâ
al-‘Aqâdah wa asy-Syarâ‘ah wa al-Manhaj,
Beirut : Dar al-Ma’shir, 1998 M/ 1418 H. Juz 11
Wahbah Zuhayly, Tafsir Al-Munir, Beirut , 1991 Juz 30,
WJS.
Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1976M. Thohir Abdul Mu’in, Ilmu Kalam, Jakarta: Wijaya, 1986.
Yahya, Mukhtar, Prof. Dr. Dasar-dasar Pembinaan Hukum
Fiqh Islami. Bandung, al-Ma’arif, 1996.
Zaidan, Abdul Karim, Prof. Dr. Al-Wajiz fi Ushul
al-Fiqh. Baghdad, Nasyr Ihsan, t.t.
Zaini Muchtarom, et.al., Sejarah pendidikan Islam Jakarta:
Departemen Agama RI, 1986
Zakiah
Daradjat, dkk., Perbandingan Agama I,
Jakarta: Bumi Aksara, 1996
Zamakhsyari
Dhofier, Tradisi Pesantren, Jakarta:
LP3ES, 1985
No comments:
Post a Comment